“Semua proses hukum kami ikuti. Meski kami menilai perlawanan ini sifatnya mengada-ngada dan sepatutnya tidak dapat diterima di PN Tanjungkarang. Tapi alhamdulillah, majelis hakim banding dan kasasi, sependapat dengan kami. Dimana mereka menilai, putusan perkara asal Nomor 15/PDT.G/2002/PN.TK. tanggal 16 Juli 2003 adalah putusan yang telah berkekuatan hukum tetap dan mempunyai kekuatan eksekutorial. Bahwa adanya perjanjian penyelesaian perselisihan dengan akta notaris nomor 2 tanggal 2 Desember 2003 adalah penyelesaian diluar proses pengadilan yang tidak dapat mengesampingkan putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap, bila putusan itu dimohonkan eksekusinya. Jadi pihak PN Tanjungkarang, sekarang tinggal melaksanakan saja Penetapan Nomor 26/Pdt.Eks.PTS/PN.Tjk tanggal 14 Oktober 2019, yang sebelumnya sempat ditangguhkan. Tidak ada hubungan soal surat kuasa atau ada peninjauan kembali dan lainnya,” papar Amrullah.
“Jadi agak janggal jika malah Humas PN Tanjungkarang kini membahas surat kuasa. Perlu diketahui dipertemuan pemohon dan termohon eksekusi, ketua PN Tanjungkarang secara tegas dan jelas serta diutarakan berulang-ulang mengatakan segala upaya hukum luar biasa maupun biasa tidak akan menghalangi pelaksanaan eksekusi atas putusan inkracht. Sekarang, kami bersurat lagi ke Ketua PN Tanjungkarang, konteksnya mempertanyakan pelaksanaan eksekusi sesuai putusan perkara perdata nomor 15/PDT.G/2002/PN.TK., yang telah inkracht dan yang dimaksud di Penetapan Sita Eksekusi No. 26/Pdt.Eks.PTS/2019/PN.Tjk Tanggal 14 Oktober 2019. Jadi bukan memohon atas putusan bantahan yang sudah inkracht. Kami berharap ini dicatat dan dimaknai dengan benar dan jujur,” ujar Amrullah.
Diketahui ini berawal dari ada Penetapan Nomor 26/Pdt.Eks.PTS/PN.Tjk tanggal 14 Oktober 2019 tentang aanmaning/teguran eksekusi yang merupakan pelaksanaan putusan Nomor 15/PDT.G/2002/PN.TK., tanggal 16 Juli 2003. Atas penetapan Penetapan Nomor 26/Pdt.Eks.PTS/PN.Tjk itu, pihak Handayanti dan Stepanus Soegianto melakukan perlawanan. Intinya meminta PN Tanjungkarang menangguhkan eksekusi Penetapan Nomor 26/Pdt.Eks.PTS/PN.Tjk tanggal 14 Oktober 2019 sampai ada putusan yang berkekuatan hukum tetap.
Di tingkat pertama PN Tanjungkarang, perlawanan dikabulkan. Dalam putusan nomor 34/Pdt.Bth/2020/Pn.TK tanggal 19 Januari 2021, diantaranya dinyatakan bahwa Penetapan Nomor 26/Pdt.Eks.PTS/PN.Tjk tanggal 14 Oktober 2019 tentang aanmaning/teguran eksekusi berikut segala rangkaiannya tidak dapat dilaksanakan atau tidak mempunyai kekuatan hukum yang mengikat.
Namun dalam tingkat banding, putusan PN Tanjungkarang dibatalkan pihak PT Tanjungkarang. Ini tertuang di putusannya nomor 28/PDT/2021/PT TJK tanggal 16 Maret 2021.
Atas putusan PT Tanjungkarang ini, pihak Handayanti dan Stepanus Soegianto melakukan kasasi. Tapi dalam pendapatnya majelis hakim kasasi menilai alasan kasasi tidak dapat dibenarkan. Oleh karena itu putusan judex facti PT. Tanjungkarang tidak salah dalam menerapkan hukum. Dimana putusan perkara asal Nomor 15/PDT.G/2002/PN.TK. tanggal 16 Juli 2003 adalah putusan yang telah berkekuatan hukum tetap dan mempunyai kekuatan eksekutorial. Bahwa adanya perjanjian penyelesaian perselisihan dengan akta notaris nomor 2 tanggal 2 Desember 2003 adalah penyelesaian diluar proses pengadilan yang tidak dapat mengesampingkan putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap, bila putusan itu dimohonkan eksekusinya.
“Menyatakan pembantah bukan merupakan pembantah yang benar dan jujur, menolak bantahan pembantah seluruhnya, menghukum pembantah membayar biaya perkara dalam semua tingkat peradilan,” tulis petikan putusan yang ditandatangani Sudrajat Dimyati, S.H., M.H., hakim agung sebagai ketua majelis. Serta Dr. M. Yunus Wahab, S.H., M.H., dan Dr. Rahmi Mulyati, S.H.,M.H, hakim agung, sebagai hakim anggota. ##
*Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.