Laporan: Heri Suroyo
JAKARTA – Wakil Ketua MPR RI dari Fraksi Partai Demokrat, Syarief Hasan mempertanyakan klaim data dukungan penundaan Pemilu 2024 yang disampaikan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Panjaitan.
Pasalnya, klaim data tersebut berbeda jauh dengan aspirasi-aspirasi masyarakat yang diserap Syarief Hasan setiap kali melakukan kunjungan maupun sosialisasi ke daerah-daerah.
Menurut Syarief Hasan, klaim dukungan penundaan Pemilu 2024 tersebut harus dibuka kepada masyarakat.
“Menko Marves membuat klaim dengan menyebut ada 110 juta orang di media sosial mendukung penundaan Pemilu. Klaim ini tentu berbahaya, menimbulkan kegaduhan di masyarakat, dan jauh berbeda dengan aspirasi masyarakat sehingga harus dipertanggungjawabkan oleh Menko Marves.”, ungkap Syarief Hasan
Syarief Hasan melanjutkan, hasil survei yang menggunakan metode secara ilmiah malah menunjukkan perbedaan dengan klaim sepihak Menko Marves.
Diantaranya, Lembaga Survei Indonesia (LSI) yang merilis data pada Kamis (3/3/2022) menyebutkan lebih dari 70% responden MENOLAK penundaan Pemilu, baik dengan alasan pandemi, pemulihan ekonomi, maupun alasan pembangunan IKN.
Secara terpisah, Lembaga Survei Nasional (LSN) juga merilis data pada Kamis (3/3/2022) menyebutkan sebanyak 68,1% responden menolak usulan penundaan pemilu maupun perpanjangan masa jabatan Presiden.
Hasil survey Lembaga Y-Publica juga merilis data pada hari yang sama dan menyebutkan sebanyak 81,5% menginginkan Pemilu 2024 berjalan sesuai jadwal atau tidak ditunda.
Anggota Majelis Tinggi Partai Demokrat ini juga menolak dengan tegas penundaan Pemilihan Umum 2024.
“Penundaan pemilu 2024 akan merusak iklim demokrasi yang telah dibangun dengan baik di Indonesia dan bertentangan dengan ketetapan di dalam UUD 1945. Power tends to corrupt, absolute power corrupt absolutely, bahwa kekuasaan cenderung korup, kekuasaan mutlak benar-benar merusak.”, ungkap Syarief.
Menurut Syarief Hasan, isu penundaan Pemilu 2024 tidak seharusnya terus digulirkan oleh para pejabat publik.
“Presiden Jokowi sendiri yang menyampaikan bahwa tidak perlu menggulirkan isu perpanjangan masa jabatan ataupun periode. Harusnya, para pejabat publik, khususnya para pembantu presiden mendengarkan imbauan untuk tidak menggulirkan isu tersebut dengan klaim data yang tidak jelas.”, ungkapnya.
Politisi senior ini juga menyebutkan, penundaan pemilu yang berakibat pada perpanjangan masa jabatan presiden bertentangan dengan UUD 1945.
“UUD 1945 dengan tegas membatasi kekuasaan Presiden hanya 5 tahun dan dapat diperpanjang kembali 1 periode atau maksimal 10 tahun. Penundaan pemilu tidak boleh terjadi untuk mencegah pada potensi jebakan kekuasaan yang otoriter dan merusak.”, ungkap Syarief Hasan.
Syarief Hasan juga menyebutkan, masa jabatan selama 5 tahun dan maksimal 10 tahun adalah bentuk koreksi atas sejarah kekuasaan absolut di masa lalu yang tidak boleh terulang kembali.
“Pada masa orde lama dan orde baru, kekuasaan waktu itu sangat absolut dan malah merusak iklim demokrasi serta stabilitas kehidupan berbangsa dan bernegara.”, ungkap Syarief Hasan.
Pimpinan MPR RI ini juga menegaskan bahwa ia akan terus mengawal konstitusi sehingga tidak ada penundaan Pemilu 2024.
“Saya selaku Pimpinan MPR RI dan Majelis Tinggi Partai Demokrat akan mengawal sehingga tidak ada penundaan Pemilu 2024. Kami mendengarkan aspirasi rakyat, bukan berdasarkan klaim data yang tidak jelas dan berbeda dengan kemauan rakyat Indonesia.”, tutup Syarief Hasan. ##
*Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.