Koreksi Kritis Faricho Terkait Nalar Umar Ahmad Soal SGC

Minggu, 3 Agustus 2025 | 17:14 WIB

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Oleh : M Faricho
PERNYATAAN Umar Ahmad yang membela mati-matian PT. Sugar Group Companies (SGC) dalam pusaran kritik publik mencerminkan watak kekuasaan yang lebih memilih menjadi juru bicara korporasi ketimbang berdiri di sisi rakyat yang terdampak langsung oleh ekspansi dan operasi perusahaan tersebut.

Narasi yang dibangun Umar Ahmad, yang menyebut bahwa stigma dan tuduhan terhadap SGC adalah “tidak sepenuhnya benar”, sesungguhnya merupakan cara halus untuk menutup-nutupi realitas sosial yang jauh lebih kelam daripada yang ia sampaikan.

Alih-alih mengajak publik melihat kompleksitas persoalan yang terjadi di sekitar perusahaan, Umar justru sibuk menarasikan kisah-kisah “kebaikan hati” korporasi: tentang beasiswa, kampus mewah, hingga bakti sosial. Padahal di balik itu semua, terdapat jejak panjang konflik agraria yang belum terselesaikan, praktik monopoli dan eksploitasi dalam tata niaga, hingga dugaan kerusakan lingkungan yang nyata dirasakan masyarakat sekitar.

Sebaliknya, yang luput dari narasi Umar Ahmad dan koleganya adalah kisah korban:

Dugaan Suap dan Mafia Peradilan

SGC diduga terlibat dalam kasus suap sebesar Rp70 miliar kepada pejabat Mahkamah Agung melalui perantara Zarof Ricar, guna memenangkan gugatan perdata melawan Marubeni Corporation senilai Rp7 triliun.

* Sebanyak Rp200 miliar diduga digunakan untuk “melunasi” perkara tersebut di MA, dengan indikasi keterlibatan beberapa hakim agung.

Pembakaran Lahan dan Pencemaran Lingkungan

Anak perusahaan SGC, seperti PT Sweet Indo Lampung dan PT Indo Lampung Perkasa, diduga melakukan pembakaran lahan tebu secara berulang sejak 2021, mencemari udara dan merugikan kesehatan masyarakat.

Mahkamah Agung memerintahkan pencabutan Peraturan Gubernur Lampung yang mengizinkan panen tebu dengan cara dibakar karena bertentangan dengan undang-undang lingkungan hidup.

Baca Juga:  Tingkatkan Kompetensi Pekerja, HKA Gandeng Sumitomo Gelar Pelatihan Alat Berat

Sengketa Agraria dan Konflik Lahan

SGC dituduh menguasai lahan melebihi batas Hak Guna Usaha (HGU), termasuk memasukkan lahan milik masyarakat ke dalam area HGU tanpa persetujuan.

Laporan dari Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) menunjukkan bahwa Lampung adalah salah satu provinsi dengan konflik agraria tertinggi di Indonesia, dan lebih dari 50% konflik tersebut berkaitan langsung dengan perusahaan perkebunan besar, termasuk SGC.

Alih-alih bersikap netral dan membela kepentingan rakyat, pernyataan Umar Ahmad bahwa “SGC adalah perusahaan yang peduli pembangunan” dan “telah berkontribusi besar bagi daerah” merupakan bentuk pembenaran terhadap praktik-praktik eksploitasi yang dilakukan perusahaan.

Sebagai mantan Bupati Tulang Bawang Barat, Umar Ahmad seharusnya tahu bahwa kontribusi perusahaan bukan hanya dilihat dari CSR dan infrastruktur jalan, melainkan juga dari rekam jejak relasinya dengan masyarakat lokal dan dampaknya terhadap lingkungan serta redistribusi ekonomi.

Narasi seperti ini berbahaya karena tidak hanya membelokkan arah kritik publik, tetapi juga memperkuat legitimasi kekuasaan modal yang kerap beroperasi tanpa kontrol dan akuntabilitas. Seakan-akan dengan mendirikan satu politeknik dan membagi-bagikan paket sembako, semua pelanggaran hak asasi, penyingkiran masyarakat adat, perampasan tanah, dan pencemaran lingkungan bisa dilupakan begitu saja. Umar Ahmad tampaknya lupa, bahwa tanggung jawab sosial tidak bisa menjadi alasan pemaaf atas pelanggaran-pelanggaran struktural yang selama ini dibungkam atau diredam oleh kuasa modal dan politik.

Dalam pernyataannya, Umar mengajak publik melihat SGC sebagai aktor pembangunan yang telah berkontribusi terhadap pendidikan, kesejahteraan, dan lingkungan. Namun yang justru absen dari narasinya adalah suara para petani yang dirampas lahannya, buruh yang hidup dalam tekanan tanpa perlindungan hak normatif, dan masyarakat yang selama bertahun-tahun hidup berdampingan dengan polusi limbah dan kerusakan ekologis. Umar Ahmad memilih membungkam sisi gelap itu dengan pujian, memilih menutup luka masyarakat dengan selimut retorika.

Baca Juga:  Polres Mesuji Kawal Penertiban Lahan HGU PT SIP yang di Duduki Masyarakat Adat Buay Mencurung

Ini bukan soal menafikan bahwa SGC mungkin pernah melakukan program sosial. Tetapi kebaikan tidak serta-merta menghapus kejahatan. Fakta bahwa perusahaan ini terus disebut-sebut dalam konflik lahan yang melibatkan aparat bersenjata, bahwa ada praktik penekanan terhadap petani dan penguasaan lahan skala besar tanpa penyelesaian yang adil, adalah bukti bahwa akar masalahnya bukan tentang “citra”, melainkan tentang ketimpangan kekuasaan dan ketiadaan keadilan sosial.

Mahasiswa, sebagai bagian dari suara kritis rakyat, menolak untuk tunduk pada narasi tunggal yang digembar-gemborkan oleh elite. Kami melihat, mencatat, dan mendengar jeritan masyarakat yang selama ini dikorbankan atas nama investasi dan pembangunan. Pernyataan Umar Ahmad barangkali akan disambut baik oleh para pemilik modal, tetapi di mata masyarakat yang hidup di bawah bayang-bayang dominasi korporasi, kata-katanya hanyalah gema kosong yang tidak berpijak pada kenyataan.

Kami akan terus bersuara untuk memastikan bahwa sejarah tidak hanya ditulis oleh para penguasa dan pemilik modal, tetapi juga oleh mereka yang suaranya selama ini diredam dan dikesampingkan. Kebenaran tidak bisa disembunyikan oleh bangunan kampus megah atau angka-angka investasi. Di baliknya ada luka, dan luka itu harus diakui sebelum bisa disembuhkan.[{

 


Penulis : Faricho


Editor : Rudi


Sumber Berita : Opini

Temukan berita-berita menarik Lintas Lampung di Google News
*Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

Berita Terkait

UIN Raden Intan Lampung Gelar Seminar Beasiswa Studi Taiwan 2026
Kakan ATR/BPN Mesuji Lantik Camat Simpang Pematang debagai PPATS
Panitia Ajudikasi dan Satgas PTSL 2025 Mesuji Dilantik
Pengawasan Ormas Diperkuat untuk Jaga Stabilitas dan Iklim Investasi Nasional
Bambang Haryo: Serapan Tenaga Kerja Ekonomi Kreatif Capai 26 Juta, tapi Anggaran Masih Minim
Agnesia Bulan Marindo Ajak Pengurus LASQI Bersinergi Majukan Seni Qasidah di Bumi Ruwa Jurai
Mendorong Pertumbuhan Ekonomi Lampung Melalui Konektivitas UMKM
Pendapatan Sewa Alat Berat Lampung Utara Masih Jauh dari Target, Banyak Unit Rusak

Berita Terkait

Rabu, 22 Oktober 2025 - 05:21 WIB

UIN Raden Intan Lampung Gelar Seminar Beasiswa Studi Taiwan 2026

Rabu, 22 Oktober 2025 - 05:03 WIB

Kakan ATR/BPN Mesuji Lantik Camat Simpang Pematang debagai PPATS

Selasa, 21 Oktober 2025 - 23:59 WIB

Panitia Ajudikasi dan Satgas PTSL 2025 Mesuji Dilantik

Selasa, 21 Oktober 2025 - 16:48 WIB

Pengawasan Ormas Diperkuat untuk Jaga Stabilitas dan Iklim Investasi Nasional

Selasa, 21 Oktober 2025 - 16:47 WIB

Bambang Haryo: Serapan Tenaga Kerja Ekonomi Kreatif Capai 26 Juta, tapi Anggaran Masih Minim

Berita Terbaru

#CovidSelesai

UIN Raden Intan Lampung Gelar Seminar Beasiswa Studi Taiwan 2026

Rabu, 22 Okt 2025 - 05:21 WIB

#CovidSelesai

Kakan ATR/BPN Mesuji Lantik Camat Simpang Pematang debagai PPATS

Rabu, 22 Okt 2025 - 05:03 WIB

#CovidSelesai

Panitia Ajudikasi dan Satgas PTSL 2025 Mesuji Dilantik

Selasa, 21 Okt 2025 - 23:59 WIB

#indonesiaswasembada

Pengawasan Ormas Diperkuat untuk Jaga Stabilitas dan Iklim Investasi Nasional

Selasa, 21 Okt 2025 - 16:48 WIB