Laporan : Heri Suroyo
JAKARTA – Wakil Ketua MPR Hidayat Nur Wahid, Lc, mendukung agar hak para pendamping Program Kesetiakawanan Nasional diupayakan dipenuhi oleh pemerintah, agar para Pendamping Program Keluarga Harapan (PKH) sekalipun menghadapi banyak kesulitan dan keterbatasan, tetap dapat mengedepankan jiwa kesetiakawanan sosial nasional. Karena para Pendamping PKH bisa menjadi bagian yang mengiringi bangsa ini untuk mewujudkan cita-cita Indonesia Merdeka dan menyongsong Indonesia Emas tahun 2045, dengan menyelamatkan bonus demografi agar hadirlah bonus demografi yang positif, bukan bonus demograsi yang negatif antara lain karena keluarga yang tidak sejahtera atau masih tingginya angka stunting.
“Masih ada waktu untuk memaksimalkan fungsi sebagai pendamping PKH, yaitu membantu keluarga menjadi keluarga harapan dengan mencari solusi dan mengkomunikasikan kepentingan mereka agar mereka mendapatkan pemenuhan hak asasi manusia mereka dengan membentuk keluarga yang sah dan mendapatkan jaminan sosial untuk dapat membantu mereka mengembangkan diri secara utuh sebagai manusia dalam keluarga yang bermartabat, sebagaimana ketentuan dalam UUD NRI pasal 28 B dan H. Dengan demikian akan hadirlah keluarga yang memenuhi aspek penyelamatan bonus demografi di antaranya dengan terkoreksinya angka stunting agar benar-benar bisa melahirkan generasi bonus demografi yang berkualitas lahir dan batin, bermanfaat dan bermashlahat. Sehingga pada saat bertemu dengan 100 Tahun Indonesia Merdeka atau Indonesia Emas, generasinya adalah generasi emas, bukan generasi yang masih banyak stuntingnya,” kata Hidayat Nur Wahid atau HNW di depan peserta Bimbingan Teknis (Bimtek) Program Keluarga Harapan (PKH) di Kemang, Jakarta Selatan, Senin (21/8/2023).
Turut hadir dalam Bimtek dengan tema “Penguatan Kapasitas Sumber Daya Manusia Program Keluarga Harapan (PKH) Tahun 2023” ini di antaranya Koordinator Subdit Sumber Daya Perlindungan Jaminan Sosial Kemensos, Bagianta Sembiring, Kasudin Sosial Jakarta Selatan, Kasudin Sosial Jakarta Pusat, dan para pendamping PKH Jakarta Selatan dan Jakarta Pusat.
Menurut HNW, dengan segala kesulitan dan keterbatasannya, pendamping PKH tetaplah penting memiliki jiwa kesetiawakanan sosial nasional yang tinggi. Dalam jiwa kesetiawakanan sosial itu ada sifat terkait dengan kerelawanan tidak sekedar menjadi petugas, tetapi pendamping PKH malah bisa menjadikan semua kegiatannya juga bagian dari penguatan spiritualitas dengan hadirnya spirit ibadah kepada Allah. Dan Allah akan membantu umat manusia kalau umat manusia itu membantu manusia yang lainnya.
“Kalau kita menjadikan pendampingan pada keluarga harapan ini juga menjadi bagian dari cara kita beribadah karena membantu umat manusia, maka di sana bukan hanya ada bantuan dalam konteks materil, tetapi juga dalam konteks bantuan spiritual. Ini sesuatu yang penting karena kita berada di negara Pancasila, yang sila pertamanya adalah Ketuhanan Yang Maha Esa,” kata Wakil Ketua MPR dari Fraksi PKS ini.
HNW berharap pendamping PKH tidak hanya terpaku dengan apa yang dikerjakan, tetapi mempunyai visi besar, menjadi bagian yang terus membersamai bangsa ini untuk mewujudkan cita-cita Indonesia Merdeka, dan menyongsong 100 Tahun Indonesia Merdeka, atau Indonesia Emas tahun 2045. Di tengah itu ada yang disebut sebagai bonus demografi. Bonus demografi adalah generasi anak-anak dan cucu-cucu, generasi alpha, generasi z, generasi milenial, yang tumbuh kembang menjadi mayoritas penduduk Indonesia. Mereka semua ada di dalam keluarga.
“Kalau keluarga Indonesia adalah keluarga harapan, keluarga yang terpenuhinya hak mereka sebagai bagian dari hak asasi manusia yang mereka dapatkan sesuai UUD NRI 1945, maka keluarga bisa menjadi bagian penting untuk menyongsong Indonesia Emas tahun 2045. Ini menjadi cara terbaik menyelamatkan bonus demografi agar kita benar-benar mendapatkan bonus demografi yang positif. Jangan kita mendapatkan bonus demografi yang masih banyak masalah seperti kemiskinan dan stunting, karena persentasenya memang masih cukup tinggi,” kata anggota Komisi VIII DPR RI yang bermitra dengan Kementerian Sosial yang mengelola program Keluarga Harapan.
HNW mengungkapkan angka stunting di Indonesia masih berkisar pada 21 persen. Padahal, Perserikatan Bangsa-Bangsa memberikan syarat angka yang ditolerir hanya pada angka 13 persen. “Masih perlu kerja keras menurunkan angka stunting dari 21 persen menjadi 13 persen. Masih ada waktu satu tahun untuk memaksimalisasi fungsi sebagai pendamping keluarga harapan, agar stunting dan angka stunting terkoreksi,” katanya.
Pada kesempatan itu, HNW meminta pendamping PKH pada tahun politik 2023-2024 ini agar turut mengingatkan semua warga bangsa untuk menggunakan kedaulatan dan hak pilihnya sebagai rakyat Indonesia pada Pemilu 2024. “Ini bukan berarti menjadikan pendamping PKH sebagai simpatisan, tetapi menjadi pencerah masyarakat, dengan mengingatkan semua warga bangsa untuk menggunakan hak pilihnya, agar mereka mempunyai pemimpin dan wakil rakyat yang selalu bisa menjalankan dan memperjuangkan kepentingan rakyat dan keluarga Indonesia,” imbuhnya.
HNW juga meminta pendamping PKH untuk mengingatkan agar jangan hanya gara-gara pemilu, kemudian menjadi pilu karena terjadi konflik antar warga. “Penting juga pendamping PKH mengingatkan seluruh penerima program PKH ini agar menjadi bagian yang mensukseskan pemilu, bukan menjadi bagian yang menghadirkan konflik antar warga, pecah belah antar warga, penyebaran hoax, atau hal-hal lain yang tidak menghadirkan keadilan sosial, malah menghadirkan kerusuhan sosial, hal-hal yang tentu tidak kita inginkan. Keluarga harapan, keluarga bahagia, tentu adalah keluarga yang menjadi bagian dari solusi, menghadirkan harmoni dan mashlahat untuk institusi keluarga maupun eksistensi dan masa depan bangsa dan negara,” pungkasnya.(*)
*Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.