Usulan tersebut beriringan dengan tarik menarik kewenangan pusat-daerah sehingga memberi kesan tidak harmonisnya hubungan pusat-daerah. Apalagi setiap kepala daerah, merasa dipilih oleh rakyat dan lebih merupakan pemimpin daerah ketimbang sebagai orang pusat yang bertugas di daerah.
Dalam sejarah otonomi daerah, pendulum kewenangan daerah selalu bergerak berdasarkan pemahaman dan interpretasi pemerintah pusat. Pemahaman dan interpretasi ini menjadi masalah krusial pada saat pusat sangat berkepentingan dengan sumber daya alam di daerah yang bersangkutan.
Situasi ini mengakibatkan kesenjangan antar daerah sulit teratasi, karena masalah keluasan geografi maupun karena masalah keterbatasan infrastruktur fisik dan infrastruktur sosial. Dampak dari kesenjangan antar daerah mengakibatkan lahirnya kesenjangan di bidang lain. Maka, kedalaman dan keluasan otonomi daerah menjadi isu sentral dalam hubungan pusat dan daerah.
Menurut Hasan Basri, jika daerah yang bersangkutan memiliki kesenjangan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, maka daerah itu niscaya terseok-seok dalam pemenuhan tanggung jawab otonomi daerah. Akibatnya, indeks pembangunan manusia meningkat secara lamban sementara dinamika masyarakat sekitar berjalan secara cepat.
“Berdasarkan hal tersebut, bagaimana kajian dan pandangan bapak calon presiden dalam memosisikan Hubungan dan Kewenangan pusat-daerah dalam merespons, usulan Daerah Otonomi Baru dan penyelarasan daerah dalam pembangunan sumber daya manusia dengan merujuk pada kewenangan daerah?,” tanya lelaki yang akrab disapa HB ini.
*Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.