Laporan : Anissa
BANDAR LAMPUNG – Warga lewat LBH Garuda Pattimura sedang menyiapkan gugatan class action atas reklamasi perusahaan milik Tomo, PT Sinar Jaya Inti Mulya (SJIM), di perairan Karang Jaya, Kelurahan Karang Maritim, Kecamatan Panjang, Kota Bandarlampung.
“Target, minggu pertama bulan depan, November 2023, kami sudah mendaftarkan gugatannya ke PN Tanjungkarang,” ujar Direktur LBH Garuda Pattimura Samsul Arifin, SH, MH kepada Helo Indonesia Lampung, Minggu (15/10/2023).
Sabtu (14/10/2023), warga yang berhimpitan dengan lokasi perusahaan, antara lain Yamin, Burhanuddin, Alamsyah, dan Fahri mempercayakan kepada LBH Garuda Pattimura untuk melakukan gugatan class action. “Kami membutuhkan pendampingan hukum,” kata Yamin, tokoh nelayan setempat.
Tim LBH Garuda Pattimura, selain Samsul Arifin, SH, MH, ada sedikitnya enam advokat, antara lain Muhzan Zain, Ujang Tommy, David Sihombing, Tuti Purwati, Ziggy Zeaoryzabrizkie, serta advokat senior Robinson Pakpahan.
Banyak warga yang tetap menolak reklamasi yang dilakukan perusahaan milik Tomo tersebut. Tak ada jaminan perusahaan merealisasi janji-janji. Sejak berdiri 20-an tahun lalu, perusahaan tak pernah berbagi CSR kepada warga sekitarnya, kata Yamin.
Dirangkum Helo Indonesia Lampung, ada sedikitnya empat alasan warga setempat atas reklamasi 14 hektare yang mengurung permukiman warga yang sebagian besar berprofesi sebagai nelayan dan buruh.
Alasan mereka:
1. Lingkungan hidup rusak.
2. Biaya operasional warga melaut jadi bertambah akibat harus memutar jalan untuk berlayar mencari ikan dan lainnya ke kawasan Teluk Lampung.
3. Resiko kerusakan perahu nelayan semakin tinggi akibat mendangkalnya alur keluar perairan dari bebatuan reklamasi.
4. Keberadaan perusahaan ekspor CPO itu tak berdampak terhadap kesejahteraan warga sekitarnya.
“Lingkungan hidup jadi rusak dari sebelumnya pasir putih dan air laut bening jadi berlumpur pekat, ibu-ibu nelayan tak bisa cari kerang lagi, debu pabrik, pendangkalan alur kapal, dll,” kata Yamin kepada Helo Indonesia Lampung.
Sejak reklamasi pertama, tahun 2004, pabrik tersebut tak pernah melibatkan masyarakat sekitarnya. CSR bagi-bagi beras dan semen jalan juga baru sekali beberapa bulan lalu, kata tokoh Serikat Nelayan Lampung yang pernah berjuang menolak alat tangkap trawl dan reklamasi pesisir Lampung tahun 2002-2005.
“Kini, kami harus menghadapi resiko kerusakan kapal serta penambahan biaya operasional berupa solar akibat kapal harus memutar dulu kawasan reklamasi yang begitu luas,” tandasnya.
Rabu (11/10/2023), para nelayan dan Barisan Pemuda Demokrasi Indonesia (BPDI) Lampung aksi tolak reklamasi perusahaan CPO milik pengusaha Tomo di Karang Jaya, Kelurahan Karang Maritim, Kecamatan Panjang, Kota Bandarlampung.
Mereka berunjuk rasa di Tugu Adipura (Bundaran Gajah) Enggal dan di depan gerbang utama komplek Kantor Pemprov – DPRD Lampung, Jl Wolter Monginsidi, Telukbetung Utara, Kota Bandarlampung, Rabu (11/10/2023).
“Harus jelas perizinannya dan hal lain agar kegiatan itu tidak memberikan dampak negatif kepada masyarakat sekitar, apalagi sampai menghilangkan akses nelayan terhadap sumber daya pesisir,” kata Samsul Arifin.
Ditambahkannya, terlepas dari masalah izin dan masih distopnya kegiatan itu, kegiatan reklamasi akan menimbulkan dampak bagi nelayan. “Sangat tak seimbang, nelayan kehilangan sumber kehidupannya hanya diganti segelintir beras, papan jalan, dll,” katanya. ## dikutip dari media heloindonesia.com
*Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.