Oleh: Nazwar, S. Fil. I., M. Phil.*
ULASAN ini berawal dari rilis berita Antara News tentang putusan Ketua Majelis Hakim dalam persidangan di Pengadilan Negeri Tanjungkarang, Bandarlampung.
Lingga Setiawan menjatuhkan hukuman mati terhadap terdakwa Andres Gustami dalam perkara peredaran narkotika jaringan Fredy Pratama.
Dikatakan mantan Kasat Narkoba Polres Lampung Selatan melakukan aksinya mengawal ataupun meloloskan narkotika milik jaringan Fredy Pratama sejak bulan Mei hingga Juni 2023.
Sepanjang Mei hingga Juni tersebut AKP AG melakukan delapan kali pengawalan dengan sabu yang berhasil diloloskan sebesar 150 kg dan pil ekstasi sebanyak 2.000 butir.
Dimana dari hasil pengawalan tersebut terdakwa AKP AG berhasil mengantongi uang sebesar Rp1,3 miliar dari jaringan Fredy Pratama.
Meski kejadian ini bukan pertama, namun termasuk luar biasa karena terdakwa adalah mantan aparat penegak hukum; beberapa kejadian putusan hukuman mati terhadap terdakwa, terutama berkaitan dengan narkoba banyak didapat dalam sejarah perjalanan negeri ini.
Pertimbangan kejahatan serta lebih spesifik terhadap program pemerintah terkhusus dalam pemberantasan narkoba berujung pada putusan hukuman mati, seperti terhadap FD dan beberapa WNA.
Kontroversi terhadap hukum positif dalam menyikapi hal ini senantiasa mewarnai, serta terhadap penerapannya baik dari pihak pemerhati hak kemanusiaan juga praktisi hukum sendiri. Hidup terus berjalan, aturan dengan pertimbangan penegakan hukum menjadi bagian tidak terpisahkan meski senantiasa dalam perbedaan pandangan dan sikap dalam memutus nasib hidup atau mati seseorang.
Hukum yang diberlakukan dalam kehidupan manusia dalam rangka menegakkan keadilan serta menjauhkan berbagai bentuk kejahatan manusia oleh manusia lainnya. Meski perasaan atau hati sebagai suatu yang tidak sepenuhnya terbaca oleh logika positivistik, namun dengan ketetapan negara, logika tersebut berlaku untuk menciptakan rasa adil terkhusus dalam pandangan pemangku kekuasaan.
1 2 3 Selanjutnya
*Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.