Laporan : Rudi Alfian
LAMPUNG UTARA – Kuasa hukum masyarakat adat Penagan Ratu kampung empat serangkai merasa heran dengan jawaban yang disampaikan oleh Kepala Permukiman angkatan laut (Kimal) Lampung pada pemberitaan sejumlah media yang beredar.
Dalam forum pertemuan, Suwardi mengatakan pihaknya terheran-heran dengan jawaban yang dilontarkan Letkol Marinir Herman Sobli. Pihak masyarakat adat Penagan Ratu membantah semua pernyataan pihak Kimal Lampung. Menurutnya, selama ini tanah enklave yang diklaim telah dibebaskan dan diserahkan kembali pada keluarga Jon Erik yang kini telah menjadi perkampungan bernama Dorowati tersebut tidak benar.
“Sudahlah jangan lagi mencari pembenaran, bukti-bukti sudah nyata. Banyak cerita nyata dari saksi hidup, pelaku sejarah. Mereka (Kimal) sering mengambil hak-hak rakyat, banyak sekali tanah yang sudah bersertifikat, diambil (paksa) sertifikatnya. Tanahnya mereka (Kimal) kuasai, meski sertifikatnya masih ada pada masyarakat,” kata Suwardi, saat mendampingi perwakilan masyarakat yang tanahnya diambil, Sabtu, (11/11).
Pria bergelar doktor dibidang hukum itu mempertanyakan artian prosedur yang selalu disebut pihak Kimal. Jika yang disebut dengan prosedur itu adalah mengambil secara paksa, pihaknya pun bisa melakukan hal yang sama.
“Apakah ini yang dimaksud Ka Kimal dengan proses hukum itu? Itu bukan proses hukum, kalau seperti itu, kita juga bisa. Maka kemarin, karena kita menghargai proses hukum, menghargai Forkompinda, maka kita tunda untuk menduduki lahan, atau mengambil kembali hak-hak masyarakat Penagan Ratu ini,” tegasnya.
Menyoal enklave yang dikatakan Ka Kimal pada pemberitaan di media kemarin, lewat siaran pers sore ini Suwardi memberikan pencerahan terkait arti dari enklave itu sendiri. Yang dimaksud dengan tanah enklave merupakan tanah yang lokasinya berada ditengah-tengah (dikelilingi) lahan atau tanah milik orang lain. Sedangkan yang dipermasalahkan oleh keluarga Jon Erik dan masyarakat adat Penagan Ratu itu, letak dari tanah itu tidak berada ditengah-tengah tanah milik Prokimal.
“Jadi yang mana yang dimaksud dengan tanah enklave?kemudian dia (KA Kimal) menyatakan sudah menyerahkan pada masyarakat, mana bukti-buktinya dikembalikan itu. Kalau dibilang sudah ganti rugi, mana bukti ganti rugi. Yang ada itu, cerita masyarakat mereka itu ditindas, tanah mereka dirampas, dan kebun mereka diambil alih,” urainya.
Pihak masyarakat sendiri, kata dia, masih menunggu itikad baik dari pihak Kimal Lampung untuk penyelesaian masalah yang tengah terjadi.
“Tinggal menunggu ada enggak itikad baik dari pihak Kimal itu sendiri, penyelesaian dengan cara-cara yang elegan. Sehingga tidak ada yang dirugikan lagi. Apalagi katanya menjaga kondusifitas menjelang Pemilu, ya kami ikut, tapi selesaikan dulu persoalan ini,” tandasnya.
Sementara itu, salah satu saksi hidup sekaligus korban yang tanahnya diduga diklaim dan dirampas oleh oknum Kimal Lampung,Baijuri ahli waris dari nimbang adat menceritakan bahwa tanah enklave miliknya di dua tempat dengan luasan masing-masing 32 hektare dan 75 hektare yang ada di Prokimal hingga hari ini tak kunjung dikembalikan hak kepemilikannya.
“Tanah enklave milik nimbang adat 32 hektare, dan di belakang Sekolah Hang Tuah itu 75 hektare. Kami bermohon kepada Kimal Lampung untuk dikembalikan kepada kami. Sampai saat ini tanah yang masuk enklave itu belum juga dikembalikan, tapi malah Kapro itu bilang sudah dikembalikan pada masyarakat yang punya hak milik enklave. Saya yang punya hak enklave tanah itu belum menerima dan belum dikembalikan pada saya,” ungkap Baijuri.
Kejadian serupa juga dialami oleh Jon Erik yang tanah milik keluarganya yang kini masih dikuasai oleh pihak Kimal Lampung. Berbicara soal hak enklave yang disebut Kimal Lampung ada di Dorowati, Jon Erik mengatakan bahwa Dorowati sebelumnya merupakan pedukuhan program Transpontan yang dahulunya itu pak jemjem marga yang memasukan warga Dorowati kesana melalui Letjend Alamsyah Ratu Prawiranegara.
Pada fokus kali ini, pihaknya mempermasalahkan soal lahan perkebunan masyarakat adat Penagan Ratu yang sampai saat ini belum dikembalikan.
“Jika memang Prokimal memiliki bukti bahwa telah mengembalikan tanah milik kami tersebut, maka tolong tunjukkan buktinya. Karena kita ini berbicara data dan saksi-saksi sejarah. Kami maklum kalau komandan Kimal saat ini tidak memahami sepenuhnya soal tanah Ulayat itu berbatas dimana, kemudian belum pernah mendapatkan ganti rugi, atau penyerahan sebagaimana yang komandan Kimal maksud,” ujarnya.
*Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.