
Sejarawan Harsya W Bachtiar menyebut Siti Aisyah We Tenriolle, seorang perempuan pemimpin Sulawesi Selatan yang memerintah selama hampir 60 tahun. Darinya lahir sebuah masterpiece yang oleh UNESCO ditetapkan sebagai Warisan Dunia, La Galigo. Naskah sastra klasik abad 19, setebal 7.000 halaman berbahasa Bugis ini, dianugerahi UNESCO sebagai Memory of The World.
Sedangkan di kalangan Urang Sunda, misalnya, pada akhir abad 19, terdapat nama Raden Ayu Lasminingrat, penulis terkemuka yang menginspirasi kaumnya.
Inti dari kisah-kisah di atas adalah menulis bagi perempuan Indonesia sudah merupakan kebiasaan lama. Passion (semangat yang luar biasa) untuk mengguratkan pena di atas kertas dari generasi ke generasi di kalangan perempuan Indonesia datang silih berganti, seakan tak pernah padam ditiup angin zaman.
Keterampilan menulis, kata orang, ialah perpaduan antara seni meracik rasa dan meracik pikiran yang dituangkan menjadi bahasa tulis. Menulis ialah aktivitas pengekpresian ide dan gagasan untuk menginspirasi dan mengedukasi pembaca.
Pekerjaan ini kalau diasah secara terus-menerus dengan bumbu pengetahuan dan wawasan yang memadai, sesungguhnya merupakan profesi yang sangat cocok bagi kaum perempuan.
Mendiang Intansari Fitri, pendiri Majalah Farah (Farah.id), yang wafat pada Rabu 19 Oktober lalu, adalah sosok yang mewarisi passion yang kuat terhadap dunia tulis-menulis. Ia meneruskan tradisi eksistensi perempuan di panggung pers nasional.
Intan adalah anak wartawan yang jadi wartawan. Semasa kanak-kanak ia mengikuti sang ayah yang berdinas di sejumlah daerah di tanah air sebagai Kepala Biro Kantor Berita Antara.
Intan lahir di Jakarta pada 11 Desember 1976. Menurut cerita sang suami, Teguh Santosa yang juga seorang wartawan, nama Intansari diberikan Gubernur Kalimantan Selatan ketika itu, Subardjo Sutosarojo, melalui sang ayah yang sedang bertugas di Banjarmasin.
Salah satu wilayah di daerah itu, kawasan Martapura, kebetulan terkenal sebagai lokasi penambangan intan tradisional yang pada masanya sangat produktif. Disitu dulu juga pernah ditemukan batu permata terbesar yang oleh Bung Karno dinamakan Trisakti.
Halaman : 1 2 3 4 Selanjutnya