JAKARTA – Ketua Badan Kerja Sama Antar-Parlemen (BKSAP) DPR RI Mardani Ali Sera menyoroti fenomena civil society yang belakangan terjadi dalam aksi unjuk rasa di beberapa negara, salah satunya Nepal. Di mana kericuhan di negara tersebut hampir mirip dengan kejadian yang sempat terjadi di Indonesia pada akhir Agustus lalu.
Mardani mengingatkan Negara harus semakin baik lagi dalam merealisasikan harapan publik. Langkah ini perlu diambil agar kejadian seperti di Nepal, tidak terjadi di tanah air. Terlebih, di era modern seperti sekarang ini, aspirasi publik dapat disalurkan melalui media sosial yang dapat memicu beragam reaksi, termasuk membentuk sebuah perlawanan.
“Ada fenomena baru. Publik kian punya banyak saluran menyuarakan nuraninya. Sosial media yang dimiliki tiap individu dapat menjadi saluran efektif. Kadang aktornya orang biasa. Tapi isunya menyentuh banyak pihak,” kata Mardani dalam keterangannya, Selasa (16/9/2025).
Seperti diketahui, aksi unjuk rasa di Nepal telah menimbulkan kekacauan dan menewaskan sedikitnya 51 orang. Puluhan ribu narapidana bahkan memanfaatkan situasi kacau untuk kabur dari penjara, dan hingga kini masih buron. Unjuk rasa berdarah di Nepal diawali oleh aksi memprotes pemblokiran akses media sosial, yang dipimpin oleh generasi muda atau Gen Z di negara tersebut. Pemblokiran itu dicabut pada Senin (8/9) malam, namun unjuk rasa tidak mereda.
Demonstrasi justru menjadi kericuhan pada Selasa (9/9) dan semakin melebar menjadi kritikan yang lebih luas terhadap Pemerintah Nepal dan tuduhan korupsi di kalangan elite politik negara tersebut. Situasi semakin memburuk ketika para personel Kepolisian Nepal melepas tembakan ke arah para demonstran hingga memakan korban jiwa. Amnesty International dalam pernyataannya menyebut bahwa peluru tajam telah digunakan terhadap para demonstran di Nepal.
Para demonstran yang marah dengan kematian sesama pengunjuk rasa terus melanjutkan aksi protes mereka. Aksi pembakaran pun melanda rumah beberapa pejabat tinggi Nepal dan gedung parlemen Nepal. Saat situasi semakin memanas, Perdana Menteri Nepal, Khadga Prasad Sharma Oli mengumumkan pengunduran dirinya pada Selasa (9/9) waktu setempat. Namun, pengunduran dirinya itu tidak cukup untuk meredam kemarahan warga Nepal.
Militer Nepal lantas dikerahkan untuk mengendalikan situasi, jam malam diberlakukan secara nasional dengan para tentara melakukan patroli di jalanan ibu kota Kathmandu untuk sejak Rabu (10/9) waktu setempat. Aksi unjuk rasa di Nepal lebih parah dari yang terjadi di Indonesia pada 25-31 Agustus. Unjuk rasa di Indonesia sendiri semakin meluas setalah insiden seorang pengemudi ojek online, Affan Kurniawan meninggal karena dilindas mobil Rantis Brimob.
Sementara, ribuan orang di Australia turun ke jalan untuk menggelar demonstrasi besar-besaran pada Sabtu (13/9), setelah aksi unjuk rasa di sejumlah negara seperti Nepal dan Prancis. Aksi massa itu diikuti berbagai kalangan dari semua spektrum politik. Massa memadati jalanan untuk menyuarakan protes terhadap isu rasisme dan pandangan anti-imigran yang tengah memanas di negara tetangga Indonesia tersebut.[]
Penulis : Heri Suroyo
Editor : Desty
Sumber Berita : Jakarta
*Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.