Laporan : Heri Suroyo
JAKARTA – Badan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI) kembali menyelamatkan calon pekerja migran (PMI) yang hendak diberangkatkan secara ilegal atau unprosedural . Kali ini, sebanyak 18 calon PMI (CPMI) yang berasal dari Sulawesi Utara, Jawa Barat dan Nusa Tenggara Barat (NTB) yang berhasil diselamatkan mereka. Para CPMI sedianya diberangkatkan ke Singapura sebagai asisten rumah tangga (ART) dengan tawaran gaji Rp7-9 juta per bulan.
Seusai konferensi pers terkait pencegahan ini, Kepala BP2MI Benny Rhamdani sempat menawari korban yang berusia sekitar 20-40-an tahun dan berjenis kelamin perempuan itu, untuk bekerja secara legal.
“Mau berangkat resmi?” tanya Benny kepada 18 CPMI tersebut di ruang Command Center BP2MI, Pancoran, Jakarta Selatan , Senin (14/8/2023).
“Mau,” jawab mereka.
“Ayo kami bantu. Kami bantu berproses secara resmi,” kata Benny.
“Bekerja di Korea (Korea Selatan) gajinya minimal Rp23 jutaan, Jepang Rp30 jutaan,” imbuhnya.
Benny pun meminta jajarannya untuk mengurus keberangkatan 18 CPMI ini ke negara penempatan dengan cara yang sesuai prosedur.
“Cahyo mana Cahyo? Cahyo kamu bantu bagaimana mereka berproses secara resmi. Taiwan juga bisa, Hong Kong bisa kalau pilihannya pekerja rumah tangga (ART). Di situ juga hampir Rp10 juta gajinya,” tutur Benny.
“Negara tidak akan melarang warga negara untuk bekerja. Tetapi negara akan melarang jika berangkat tidak resmi, itu saja,” sambungnya.
Benny pun meminta para CPMI tersebut sedikit bersabar sebelum diberangkatkan ke negara penempatan untuk bekerja. Sebab dibutuhkan waktu sejenak, yang salah satunya guna memastikan kemahiran CPMI.
“Nanti bisa kita salurkan ke perusahaan yang benar, mau pilih ke Hong Kong, ok ini perusahaan yang benar. Mau pilih ke Taiwan ini perusahaan yang benar. Nggak sulit kok, yang penting mau sabar 1-2 bulan saja. Dilatih bahasanya,” papar Wakil Ketua Umum Hanura itu.
Lebih lanjut, Benny kembali mengingatkan pentingnya bagi CPMI untuk bekerja di luar negeri dengan cara-cara yang sesuai prosedur atau legal. Sebab jika tidak, begitu banyak risiko yang akan dihadapi mereka apabila bekerja di negara penempatan dengan jalur unprosedural. Bahkan, kata dia, taruhannya nyawa.
“Jadi upaya BP2MI adalah upaya menyelamatkan anak bangsa agar tidak menjadi korban, penempatan tidak resmi yang kita tahu persis apa risiko yang akan mereka alami,” papar Benny.
Ia mengungkapkan, selama tiga tahun memimpin BP2MI, dirinya telah menerima sekitar 2.200 PMI yang dipulangkan dalam keadaan tak bernyawa. Sebanyak 95 persen dari mereka, berangkat ke luar negeri secara tidak resmi.
“Sudah 3.500 mereka yang kembali ke Indonesia dalam keadaan sakit, cacat secara fisik karena penganiayaan, depresi ringan dan depresi berat. Dan juga yang dideportasi sudah 103 ribu,” kata dia.
“Kenapa mereka berpotensi mengalami hal-hal tadi, karena tidak resmi berangkat, tidak diikat dengan perjanjian kerja. Tidak ada perjanjian yang mengikat secara hukum apa yang menjadi kewajiban dari majikan mereka kepada pekerja kita dan apa hak-hak yang harus diterima oleh para pekerja kita. Inilah yang saya katakan rentan mengalami eksploitasi,” tandasnya.(*)
*Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.