Belajar dari Suksesnya Kinerja Legislasi UU TPKS

Rabu, 27 April 2022 | 18:42 WIB

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Laporan : Heri Suroyo

JAKARTA – Ketua DPR RI Puan Maharani menyebut pembuatan undang-undang (UU) tidak bisa sekadar berbasis kuantitas, tapi soal kualitas. Proses pembuatan UU lebih penting difokuskan pada mekanisme yang benar serta bermanfaat untuk masyarakat.

Merespons hal itu, Wakil Ketua Badan Legislasi DPR RI Willy Aditya mengungkapkan kuantitas produk perundangan memang selalu menjadi sorotan kinerja legislasi DPR.

“Tentu beban legislasi itu selalu menjadi sorotan DPR ya kuantitas, tapi hari ini, periode ini, sangat produktif, cukup banyak” ujar Willy.

Berdasarkan data dari laman dpr.go.id (27/4), kinerja legislasi pada tahun prioritas 2022 mencatatkan 9 RUU yang sudah selesai termasuk RUU TPKS yang sudah disahkan oleh Ketua DPR RI Puan Maharani.

Kemudian masih ada 11 RUU dalam tahap pembahasan, 9 RUU berstatus terdaftar, 3 RUU dalam tahap penyusunan, 6 RUU dalam tahap harmonisasi, dan 2 RUU dalam tahap penetapan usul.

Willy mengakui UU TPKS termasuk cepat dalam pembahasan sekaligus tidak meninggalkan substansi. Dalam waktu 8 hari, RUU itu selesai ditingkat pembahasan.

“Secara kualitatif, memang TPKS ini memang undang-undang yang sangat jos. Ini secara substansi mumpuni secara proses cepat, 8 hari bisa kelar di proses pembahasannya,” tandasnya.

Baca Juga:  Jelang Vonis Kasus Sabung Ayam di Way Kanan, Keluarga Polisi yang Meninggal Gelar Do’a Bersama

Politikus Partai Nasdem itu juga membagi sebab cepatnya pembahasan RUU TPKS tanpa meninggalkan kualitas. Pertama adalah kesamaan kehendak politik dari DPR dan pemerintah untuk menyelesaikan RUU tersebut.

Kedua, partisipasi dan dukungan dari elemen masyarakat yang terus mengalir. Dalam proses penyusunannya, DPR dan pemerintah juga melibatkan 120 kelompok masyarakat sipil.

“Political will DPR dan pemerintah memiliki frekuensi yang sama, ditambah partisipasi publik yang begitu intensif. Dan DPR yang terbuka, sidangnya terbuka semua. Gak ada yang diumpet-umpetkan,” terangnya.

Menurut Willy, UU TPKS juga mengatur soal pelaku kekerasan seksual yang masih di bawah umur. Hal itu sebagai salah satu bukti kekomprehensifan UU TPKS.

“Hak pelaku, kalau pelaku anak itu kita rehabilitasi. Karena kita tahu, kekerasan seksual adalah sebuah dampak kausalitas yang sebelumnya bisa jadi dia menjadi korban kekerasan seksual. Jadi itu yang kita lihat secara komprehensif,” tegasnya.

UU TPKS terdiri dari 8 BAB dan 93 pasal. Pasal 4 (1) UU TPKS memasukkan sembilan bentuk tindak pidana kekerasan seksual, yaitu pelecehan seksual nonfisik, pelecehan seksual fisik, pemaksaan kontrasepsi, pemaksaan sterilisasi, pemaksaan perkawinan, penyiksaan seksual, eksploitasi seksual, perbudakan seksual, kekerasan seksual berbasis elektronik. Pasal 4 (2) juga mengatur 10 tindak pidana kekerasan seksual yang meliputi perkosaan dan perbuatan cabul. Terkait dengan tidak adanya pasal yang mengatur tentang aborsi, Willy menjelaskan hal itu tidak didetailkan karena masuk dalam Undang-Undang Kesehatan. Sedangkan soal perkosaan ikut dalam RKUHP.

Baca Juga:  Sekdaprov Marindo Buka Seminar ISEI 2025: Dorong Transformasi Ekonomi Menuju Lampung Maju

“Jadi kan ada 9 TPKS yang utama. 10 jenis KS yang kemudian itu sebenarnya tersebar, cuma kita cantelkan di sini biar itu clean and clear saja. Misalnya yang tetap disuarakan oleh teman-teman itu aborsi dan perkosaan. Kalau perkosaan kita cantelkan kok di sini. Itu biar (jelas) mens rea yang sudah ada dan mana yang belum ada. Mengapa itu tidak kita detailkan? Karena sudah benar-benar masuk ke dalam RKUHP. Kalau aborsi ada di Undang-Undang Kesehatan, kalau rujukannya,” pungkasnya. ##

Temukan berita-berita menarik Lintas Lampung di Google News
*Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

Berita Terkait

KPK OTT Wamenaker Diduga Kasus Pemerasan
Pemprov Lampung Dorong Literasi Digital Guru Lewat Program AI Goes to School
Anggaran Sektor Pangan Minimal 10 % Dari APBN
LPM UIN RIL Jaga Standar Mutu Layananan Dengan Audit 48 Prodi dan 3 UPT
Staf Khusus Menteri Agama Paparkan Konsep Ekoteologi dan Kurikulum Berbasis Cinta 
Pengelolaan Sampah Lampung Berbenah, Dari Open Dumping Menuju Sanitary Landfill*
R APBD 2026, Pemprov Lampung Targetkan Bayar ‘Hutang’ DBH Rp 1,3 T
Kuliah Umum di Unila, Ketua MPR RI Minta Perkuat Riset

Berita Terkait

Kamis, 21 Agustus 2025 - 14:09 WIB

KPK OTT Wamenaker Diduga Kasus Pemerasan

Kamis, 21 Agustus 2025 - 14:07 WIB

Pemprov Lampung Dorong Literasi Digital Guru Lewat Program AI Goes to School

Kamis, 21 Agustus 2025 - 09:15 WIB

Anggaran Sektor Pangan Minimal 10 % Dari APBN

Kamis, 21 Agustus 2025 - 08:43 WIB

LPM UIN RIL Jaga Standar Mutu Layananan Dengan Audit 48 Prodi dan 3 UPT

Kamis, 21 Agustus 2025 - 08:05 WIB

Staf Khusus Menteri Agama Paparkan Konsep Ekoteologi dan Kurikulum Berbasis Cinta 

Berita Terbaru

#indonesiaswasembada

KPK OTT Wamenaker Diduga Kasus Pemerasan

Kamis, 21 Agu 2025 - 14:09 WIB

#indonesiaswasembada

Pemprov Lampung Dorong Literasi Digital Guru Lewat Program AI Goes to School

Kamis, 21 Agu 2025 - 14:07 WIB

#CovidSelesai

Anggaran Sektor Pangan Minimal 10 % Dari APBN

Kamis, 21 Agu 2025 - 09:15 WIB

#indonesiaswasembada

LPM UIN RIL Jaga Standar Mutu Layananan Dengan Audit 48 Prodi dan 3 UPT

Kamis, 21 Agu 2025 - 08:43 WIB