Laporan: Anisa
Ketua Umum Jaringan Media Siber Indonesia (JMSI) Teguh Santosa (kedua dari kiri) bersama Ketua Bidang Kesekretariatan dan Pendataan JMSI Ari Rahman (paling kanan) menerima kunjungan Sekretaris Bidang Hukum dan Advokasi Hardi Firman (kedua dari kanan) dan anggota Bidang Hukum dan Advokasi Eko Sembiring (paling kiri) di Kopi Timur, Pondok Kelapa, Selasa malam (8/8).
Dalam pertemuan itu, Bidang Hukum dan Advokasi JMSI menjelaskan rencana pembentuan Lembaga Bantuan Hukum JMSI di Pusat dan Daerah.
LBH JMSI akan memberikan bantuan hukum dan litigasi baik kepada perusahaan pers anggota JMSI maupun kepada wartawan yang bekerja di perusahaan pers anggota JMSI.
Ketua Umum JMSI Teguh Santosa mengatakan, motto dari LBH JMSI yang akan dibentuk itu adalah “ius est ars boni et aequi” yang berarti “hukum adalah seni untuk mencapai kesetaraan dan kebaikan.”
“Ius est ars boni et aequi” merupakan salah satu diktum terkenal dari Publius Juventius Celsus Titus Aufidius Hoenius Severianus seorang ahli hukum Romawi Kuno.
Celsus diperkirakan lahir tahun 67 di utara Italia. Pada tahun 107 M, Celsus diangkat menjadi praetor, dan pada tahun 114 dipercaya sebagai gubernur Thracia, sebuah wilayah yang luas di tenggara Balkan. Puncak karier politiknya adalah sebagai prokonsul Asia pada tahun 129 sampai ia meninggal dunia setahun kemudian.
Sebagai seorang ahli hukum, Celsus dikenal berani. Selain “Ius est ars boni et aequi” diktum terkenal lainnya dari Celsuss adalah “Scire leges non hoc est verba earum tenere, sed vim ac potestatem” atau “Mengetahui hukum tidak berarti hanya mengetahui kata-katanya, tetapi juga maksud dan tujuannya”.
Diktum lain yang dikenal dari Celsus adalah “Incivile est, nisi tota lege perspecta, una aliqua particula eius proposita iudicare vel respondere” atau “Tidaklah pintar menilai atau menasihati berdasarkan potongan hukum, tanpa mempertimbangkan hukum secara keseluruhan”.
Selain itu, dia juga dikenal dengan diktum “Impossibilium nulla obligatio est” yang berarti “Tidak ada kewajiban untuk melakukan hal yang mustahil” dan “Nihil aliud est actio quam ius quod nobis debeatur, iudicio persequendi” atau “Suatu perbuatan tidak lain adalah hak untuk memperoleh pemulihan melalui proses peradilan atas dasar kebaikan yang menjadi haknya.” ##
*Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.