Laporan : Heri Suroyo
JAKARTA – Setelah pembacaan sumpah di depan Presiden (15/5), 7 anggota LPSK terpilih akan bekerja selama 5 tahun ke depan, menjalankan mandat perlindungan dan pemulihan bagi saksi, korban, pelapor, ahli, dan saksi pelaku pada proses peradilan pidana tindak pidana. Pimpinan LPSK periode ke-4 ini akan segera bekerja untuk memastikan para pencari keadilan dapat terlindungi sehingga pengungkapan perkara dengan sebaik-baiknya dapat dilaksanakan sebagaimana cita-cita dari pendirian lembaga ini.
Salah satu Pimpinan LPSK yang dilantik, Wawan Fahrudin menyampaikan bahwa LPSK ke depan harus dapat lebih menjangkau masyarakat secara lebih luas, agar para pencari keadilan dapat dilayani dengan baik. Oleh karena itu, perwakilan LPSK di daerah menjadi agenda penting dan menjadi prioritas. Memulai kerjanya Wawan menyampaikan bahwa, Pimpinan LPSK yang baru ini akan segera bersilahturahmi dengan instansi penegakan hukum guna membangun sinergitas dengan mitra-mitra yang selama ini telah bekerja bersama dalam isu perlindungan dan pemulihan saksi korban, khususnya jajaran Kepolisian dan juga Kejaksaan Agung.
Selain itu, Wawan juga menyampaikan akan memperkuat dan membangun Kerjasama yang lebih intens dengan pemerintah daerah, masyarakat sipil, pegiat HAM hingga jejaring kerja di daerah yang selama ini telah membantu kerja-kerja LPSK. “Agenda prioritas lainnya bagi Pimpinan LPSK, mengingat kasus-kasus perdagangan manusia terus meningkat dan juga kekerasan seksual, ujar Wawan. Bukan tanpa alasan ini disampaikan, pasca terbitnya UU TPKS (Tindak Pidana Kekerasan Seksual) 2022 lalu, LPSK secara tegas diamanatkan untuk dapat memberikan perlindungan dalam waktu sesingkat-singkatnya kepada saksi dan korban dalam perkara tersebut, untuk itu perlu kerja bersama dalam memenuhinya.
Pada satu dekade lebih ini, LPSK telah berkembang pesat termasuk berkembangnya mandat yang diemban, berlakunya KUHP baru pada 2026 nanti akan memberikan dampak besar pada Lembaga Non Struktural ini. Pada KUHP baru tersebut, salah satu kewenangan LPSK yakni melakukan penilaian ganti kerugian bagi korban tindak pidana menjadi salah satu bentuk pemidanaan, tentu LPSK harus bersiap atas perkembangan hukum yang ada dengan mempersiapkan sarana dan prasarana pendukungnya. Tidak saja pada isu ganti kerugian (restitusi dan kompensasi) isu lainya pun harus diperkuat dan dioptimalkan kembali seperti perlindungan, penghargaan dan perlakuan khusus bagi justice collaborator, rehabilitasi psikososial, bantuan medis dan psikologis hingga dana bantuan korban (victim trust fund) sehingga saksi, korban, ahli, pelapor dan saksi pelaku benar-benar merasakan kehadiran negara melalui LPSK.
“Pada prinsipnya LPSK ke depan harus lebih banyak diketahui oleh masyarakat, khususnya para pencari keadilan” ujar mantan Staf Khusus Kepala BP2MI ini.
“LPSK tidak boleh elitis, namun harus lebih terbuka, serta membuka dan mengembangkan seluas luasnya kanal-kanal pengaduan, dengan penggunaan teknologi yang multiplatform, termasuk mengoptimalkan dan memperkuat jejaring kerja yang telah ada melalui program Sahabat Saksi dan Korban, sebagaimana diketahui program prioritas nasional ini sendiri telah berjalan sejak 2022, melalui Sahabat-Sahabat Saksi dan Korban di seluruh Indonesia diharapkan penyebaran tentang hak saksi korban dan dukungan kerja LPSK di daerah semakin kuat.
LPSK harus benar-benar dirasakan kehadirannya oleh publik. Oleh karena itu, LPSK harus menjadi “rumah” pengaduan dan pelindungan bagi para pencari keadilan dimanapun berada. Oleh karena itu, sumber daya manusia, program-program kerja yang telah ada, sistem yang sudah baik harus dipertahankan, dikembangkan dan diperkuat, termasuk dukungan sarana, prasarana dan anggaran, pungkas Wawan.##
*Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.