Laporan : Heri Suroyo
JAKARTA – MUI dan berbagai Ormas Islam dengan mengkritisi dibukanya Museum Holocaust serta pameran foto Holocaust di Tondano, Kabupaten Minahasa, Sulawesi Utara. Sikap MUI ini mendapat dukungan dari Wakil Ketua MPR RI Dr. H. M. Hidayat Nur Wahid, M.A mendukung sikap
“Kami mendukung sikap Ketua MUI Bidang Kerja Sama Luar Negeri dan Hubungan Internasional, Prof. DR. Sudarnoto Abdul Hakim, yang menuntut ditutupnya pameran foto dan Museum Holocaust di Tondano. Karena museum ini berpotensi menghadirkan keresahan dan kontraproduktif terhadap upaya pembelaan terhadap Palestina yang diperjuangkan oleh pemerintah serta rakyat Indonesia. Juga berpotensi memicu kegaduhan di tengah khalayak publik Indonesia, yang semestinya berkonsentrasi menghadapi gelombang varian Omicron,” demikian disampaikan pria yang akrab dipanggil HNW melalui keterangannya di Jakarta, Senin (31/1).
Anggota Komisi VIII DPR RI ini mempertanyakan motif di balik pembukaan pameran foto dan Museum Holocaust di Tondano. “Jika alasannya mencegah antisemitisme, maka Indonesia yang tidak meratifikasi UU itu justru setiap hari dipertontonkan laku teror, genocyde dan sejenis Holocaust oleh Israel terhadap Bangsa Palestina. Sehingga bangsa Palestina tercerai berai ada yang di Tepi Barat, Gaza atau di kawasan pendudukan Israel. Sekitar separuh dari bangsa Palestina bahkan jadi diaspora di banyak negara dan di lintas benua. Belum lagi pelanggaran HAM terhadap warga Palestina di Jerusalem, Masjid alAqsha serta isolasi berbilang tahun terhadap warga Palestina di Gaza. Juga pengabaian Israel terhadap berbagai Resolusi PBB maupun kesepakatan lembaga Internasional. Perilaku intoleran Israel terhadap Palestina itulah yang justru selalu ditampilkan oleh Israel. Sebagai pihak yang mengaku menjadi korban dari Holocaust Nazi, mestinya Israel tidak mengulangi hal yang sejenis kepada Bangsa lain, dalam hal ini Palestina.
Jadi kata Hidayat, museum holocaust itu kalau pun diperlukan, mestinya untuk Israel sendiri. Untuk bangkitkan kesadaran kolektif di Israel betapa jahatnya holocaust, agar tidak diulangi oleh Israel terhadap bangsa manapun juga. Sehingga dapat menghadirkan perdamaian dan menghentikan kejahatan holocaust, rasisme dan intoleran Israel terhadap Palestina. Jelas sekali, museum holocaust tidak diperlukan di Indonesia yang toleran, tidak rasis, tidak melakukan holocaust terhadap suku dan bangsa mana pun. Malah bangsa Indonesia pernah mengalami sejenis holocaust yang dilakukan oleh antek penjajah Belanda, Westerling, terhadap puluhan ribu warga sipil di Sulawesi Selatan tahun 1946-1947.
“Terlebih lagi sumber informasi mengenai sejarah Holocaust yang mudah diakses di era teknologi informasi, inibmalah membuka banyak tabir tentang hakekat Holocaust dan berbagai peristiwa yang mendahuluinya. Karena ternyata ada juga dokumen penting; Haavara Agreement, tahun 1933 disepakati organisasi Zionis di Jerman dan Inggris dengan rezim Nazi untuk migrasi 60.000 Yahudi Jerman ke Palestina. Patut dicurigai jika ada maksud tersembunyi dari pendirian museum ini di Indonesia sebagai bagian dari manuver untuk memuluskan rencana normalisasi hubungan diplomatik antara Israel dengan Indonesia. Apalagi, museum di Tondano itu bekerjasama dengan Museum Yad Vashem Israel, di mana direkturnya adalah tokoh besar pemukiman ilegal Israel di Tepi Barat, kawasan Palestina. Manuver semacam itu tentu sangat intoleran terhadap sikap resmi Bangsa dan Negara Indonesia. Dan bertolak belakang dengan nilai-nilai bangsa Indonesia yang menjunjung tinggi kemanusiaan, menolak segala penjajahan, dan karenanya mendukung Palestina merdeka dan menolak penjajahan Israel,” tegas HNW.
Wakil Ketua Majelis Syura PKS ini mengingatkan, pembukaan pameran foto dan Museum Holocaust di Tondano lebih banyak menyimpan potensi negatif. Memaksakan kehadirannya di Indonesia juga jadi seperti pamer intoleran dan manipulasi sejarah kontemporer Israel sebagai negara penjarah, penjajah, pelaku teror dan kejahatan kemanusiaan terhadap Palestina. Mirip dengan sebagian Nazi Jerman terhadap sebagian bangsa Yahudi, sebagaimana yang terjadi dalam Holocaust itu.
“Keberadaan museum Holocaust di Indonesia juga mengalihkan issu dan fakta, dari Israel dan Zionismenya hari-hari ini yang mempraktikkan apartheid terhadap Palestina. Sebagaimana dinyatakan LSM internasional seperti Human Rights Watch, dan LSM B’tselem di Israel. Padahal, apartheid sudah disepakati oleh hukum internasional sebagai kejahatan terhadap kemanusiaan sebagaimana termaktub dalam Statuta Roma,” pungkasnya.##
*Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.