Laporan : Heri Suroyo
JAKARTA – Ketua MPR RI sekaligus Wakil Ketua Umum Partai Golkar Bambang Soesatyo-Bamsoet, mengingatkan membangun wawasan kebangsaan bukanlah sesuatu yang dapat dilakukan secara instan dan serta merta. Tetapi membutuhkan proses agar benar-benar matang dan membumi.
Membangun wawasan kebangsaan harus dilaksanakan masif agar dapat menjangkau seluruh elemen masyarakat dan mengisi setiap ruang publik. Dan yang tidak kalah pentingnya, membangun wawasan kebangsaan harus dilaksanakan secara berkesinambungan agar tertanam kuat, dan tidak mudah goyah oleh arus perubahan zaman.
“Melalui wawasan kebangsaan yang kuat, terbukti kita mampu menghadapi pandemi Covid-19 dengan solid. Namun kewaspadaan harus tetap mengiringi berbagai kebijakan di sektor perekonomian. Karena hingga saat ini, perekonomian global tidak sedang baik-baik saja. Bahkan beberapa negara saat ini masih berjibaku menghadapi inflasi, bahkan hiper inflasi. Misalnya Argentina dengan angka inflasi menyentuh 104,3 persen dan Turki mencapai 50,5 persen,” ujar Bamsoet saat memberikan Pemantapan Nilai-Nilai Kebangsaan kepada para Alumni ITB, di Lemhannas, Jakarta, Jumat (28/7/23).
Turut hadir antara lain Deputi Bidang Pemantapan Nilai-Nilai Kebangsaan LEMHANNAS Laksda TNI Edi Sucipto, Deputi Bidang Kebangsaan LEMHANNAS Laksda Edi Sucipto, Direktur Pelatihan Untuk Pelatih LEMHANNAS Marsma TNI Antar Samudera, Direktur Pembinaan dan Pelaksanaan LEMHANNAS Brigjen Marinir Nana Rukmana, Direktur Perencanaan dan Pembangunan LEMHANNAS Masneli, serta Ketua Umum Ikatan Alumni ITB Gembong Primajaya.
Ketua DPR RI ke-20 dan mantan Ketua Komisi III DPR RI bidang Hukum, HAM, dan Keamanan ini menjelaskan, masih kurang dinamisnya kondisi geopolitik global yang dipicu oleh perang Rusia – Ukraina yang belum kunjung usai, meningkatnya eskalasi potensi konflik di semenanjung Korea, perebutan kepentingan ekonomi, strategi, dan politik di kawasan laut China Selatan, serta ketegangan hubungan Turki dan Yunani, semuanya menjadi variabel yang harus menjadi dasar pertimbangan dalam menentukan langkah kebijakan bangsa Indonesia. Karena bagaimanapun, sebagai bagian dari komunitas global, bangsa Indonesia tidak bisa berlepas diri dari pengaruh situasi dan kondisi dunia internasional.
“Karena itu, Indonesia memerlukan pemimpin yang kuat. Sehingga bisa melanjutkan roda pemerintahan yang sudah sukses dilakukan Presiden Joko Widodo. Kita juga membutuhkan road map pembangunan, agar berbagai capaian pembangunan yang dilakukan Presiden Joko Widodo. Seperti IKN Nusantara, bisa dilanjutkan oleh presiden selanjutnya. Untuk itulah saat ini MPR RI sedang mempersiapkan Pokok-pokok Haluan Negara sebagai road map pembangunan bangsa,” jelas Bamsoet.
Wakil Ketua Umum Pemuda Pancasila dan Wakil Ketua Umum FKPPI ini menerangkan, pasca kemerdekaan, dengan telah berdirinya Negara Kesatuan Republik Indonesia, juga telah bergulir periodisasi kepemimpinan nasional. Mulai dari era Presiden Soekarno pada awal berdirinya Republik Indonesia, hingga saat ini, era pemerintahan Presiden Jokowi, telah menggoreskan tinta kesejarahan dengan ciri khas kepemimpinan dan pencapaian masing-masing.
Pada masa kepemimpinannya, Presiden Soekarno berhasil membangun semangat revolusi dan nasionalisme yang bermuara pada terwujudnya cita-cita Indonesia merdeka, serta menyatukan Papua Barat kedalam NKRI. Terbentuknya Gerakan Non Blok pada penyelenggaraan Konferensi Asia Afrika tahun 1955, menjadi bukti kepiawaian Presiden Soekarno membangun aliansi dan meraih simpati internasional untuk membebaskan diri dari bayang-bayang hegemoni blok Barat dan Timur.
“Pada kepemimpinan Presiden Soeharto, dalam 32 tahun masa pemerintahannya, berhasil meletakkan pondasi pembangunan di Indonesia melalui REPELITA. Membangun stabilitas sosial-politik, serta mencapai kemajuan ekonomi dan infrastruktur. Dilanjutkan kepemimpinan Presiden BJ Habibie, walaupun singkat namun tidak menafikan kenyataan bahwa banyak hal yang telah beliau persembahkan. Khususnya bagi kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi kedirgantaraan,” terang Bamsoet.
Ketua Dewan Pembina Depinas SOKSI dan Kepala Badan Hubungan Penegakan Hukum, Pertahanan dan Keamanan KADIN Indonesia ini menambahkan, Presiden Megawati Soekarnoputri, merupakan sosok yang memiliki karakter dan kepribadian kuat, menjunjung tinggi adat ketimuran. Selama kepemimpinannya, dikenal tegas dan berpegang teguh pada prinsip: berpolitik dengan ideologi, sesuai konstitusi. Tidak heran jika Megawati menolak perpanjangan masa jabatan dan periodisasi presiden.
Kepemimpinan nasional dilanjutkan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono yang dikenal sebagai sosok demokratis, serta menghormati kompromi dan konsensus demi menghindarkan sikap otoriter. SBY adalah karakter pemimpin yang mengedepankan sikap kehati-hatian, kecermatan dan kematangan berfikir sebelum mengambil suatu keputusan. Semasa kepemimpinan SBY, Indonesia berhasil menyelesaikan batas maritim Indonesia dengan dua negara sahabat, yaitu Singapura dan Filipina.
Presiden Joko Widodo yang saat ini menjabat untuk masa jabatan keduanya, memiliki karakter partisipatif dan karismatik, dekat dengan rakyat. Program pemerataan pembangunan terasa begitu nyata, dengan menggalakkan pembangunan infrastruktur di luar pulau Jawa. Kepedulian pada kehidupan rakyat dimanifestasikan melalui berbagai program bantuan sosial, seperti KIP dan BPJS, yang sangat dirasakan manfaatnya oleh kelompok ekonomi lemah.
“Dari berbagai periodisasi pemerintahan yang telah kita lalui, kita dapat mengambil satu benang merah dalam konteks kepemimpinan nasional. Meskipun dihadapkan pada tantangan kehidupan kebangsaan yang beragam dan dinamis, namun semuanya memiliki satu keseragaman visi, yaitu mewujudkan tujuan nasional melalui pembangunan untuk memajukan kehidupan berbangsa dan bernegara,” pungkas Bamsoet. (*)
*Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.