Oleh : Gesit Yudha
Publik dikejutkan dengan video dan berita politik nasional yang beredar mengenai mundurnya salah satu ketum parpol di Indonesia, yakni Partai Golkar. Keputusan ini diumumkannya melalui sebuah video resmi yang disiarkan oleh Partai Golkar.
Airlangga menyatakan bahwa pengunduran dirinya dilakukan untuk menjaga keutuhan dan stabilitas partai, terutama dalam menghadapi transisi pemerintahan dari Presiden Joko Widodo ke Presiden terpilih Prabowo Subianto.
Eksistensi Partai Golkar sebagai peserta Pemilu 2024 tidak di ragukan lagi sebagai partai besar yang memperolah suara 23.208.654 suara (15,28%) (KPU RI) dengan menggaet Kang Emil (Sapaan akrab Ridwan Kamil menjadi kader partai Golkar dengan peraih kedua Tingkat Nasional.
Belum lagi, organisasi sayap partai menjadi mesin garda terdepan dalam indicator penguat pemenangan suara di Tingkat nasional.
Tentu, berbicara hari ini mengenai Pileg 2024 bukan hanya menjadi bukti kepemimpinan transformatif di tubuh partai Golkar semata, dari beberapa hal yang dapat dicapai demikian dalam kepemimpinan Airlangga Hertarto bukan jaminan tidak adanya dinamika di tubuh partai.
Selain itu, Golkar juga berperan penting dalam mendukung Pemerintahan Joko Widodo, Dimana Airlangga mendapatkan posisi strategis sebagai Menteri Koordinator Bidang Perekonomian.
Airlangga juga dikenal berhasil menjaga kesolidan partai dan menjalin hubungan baik dengan berbagai pihak, termasuk dengan partai koalisi lainnya. Ia aktif dalam mengkonsolidasikan kekuatan partai di berbagai daerah dan mendorong penguatan organisasi melalui proses pengkaderan yang berjenjang.
Kepemimpinan Airlangga tidak terlepas dari tantangan dan kritik. Beberapa kader internal Golkar mengkritik gaya kepemimpinannya yang dianggap kurang tegas dan kurang mampu merangkul seluruh elemen partai politik.
Ada juga isu ketidakpuasan dalam strategi pemenangan dalam menghadapi pilpres 2024, Dimana Golkar memutuskan untuk mendukung Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka.
Dengan adanya pengunduran diri oleh ketum Golkar secara tiba-tiba tentu mengejutkan publik dengan adanya berbagai macam spekulasi dan asumsi publik oleh masyarakat luas.
Ada dua isu yang menyeruak diantaranya Ada dua paling tidak kecurigaan kita mengenai ada yg tidak cocok di penentuan perebutan kekuasaan di politik lokal, kedua soal nama-nama menteri yg diusung golkar ini akibat faksi di internal golkar
Dinamika internal Partai Golkar yang diwarnai oleh ketegangan antara faksi-faksi dan perebutan kekuasaan di politik lokal menjadi latar belakang yang krusial dalam memahami pengunduran diri Airlangga Hartarto.
Meskipun Golkar dikenal sebagai partai yang solid, konflik internal yang kerap muncul menunjukkan bahwa tantangan terbesar partai ini sering kali berasal dari dalam. Pengunduran diri Airlangga bukan hanya sekadar langkah mundur seorang pemimpin, tetapi juga refleksi dari kompleksitas politik internal yang terus berkembang di Golkar.
Golkar, sebagai salah satu partai politik terbesar di Indonesia, memiliki akar yang kuat di berbagai daerah. Namun, di balik kekuatan ini, sering kali terjadi perebutan kekuasaan yang intens di tingkat lokal, terutama dalam penentuan calon kepala daerah yang akan diusung partai. Dinamika ini tidak jarang memicu ketegangan antara elit partai pusat dengan para kader di daerah, yang masing-masing memiliki kepentingan dan ambisi politiknya sendiri.
Kecurigaan bahwa ketidakcocokan dalam perebutan kekuasaan ini turut mempengaruhi keputusan Airlangga untuk mundur semakin kuat jika kita melihat pola konflik yang sering terjadi di tubuh Golkar. Persaingan di politik lokal tidak hanya melibatkan tokoh-tokoh daerah, tetapi juga para elit pusat yang berusaha menjaga pengaruh dan kontrol mereka di berbagai wilayah.
Isu lain yang mencuat adalah soal nama-nama menteri yang diusulkan Golkar untuk kabinet baru Presiden Terpilih Prabowo Subianto.
Dalam sejarahnya, Golkar dikenal sebagai partai dengan banyak faksi, dan setiap faksi sering kali memiliki agenda serta tokoh yang ingin didorong ke posisi strategis. Ketegangan ini bisa terlihat dalam proses penyusunan kabinet, di mana berbagai faksi dalam partai berlomba-lomba menempatkan kader-kader mereka di posisi menteri yang dianggap strategis.
Perselisihan ini sering kali menciptakan ketegangan yang berdampak pada stabilitas internal partai. Ada indikasi bahwa pengunduran diri Airlangga mungkin dipicu oleh ketidakpuasan atau tekanan dari faksi-faksi yang merasa tidak terakomodasi dalam pembagian kekuasaan di kabinet.
Dalam situasi ini, keputusan Airlangga untuk mundur bisa dipandang sebagai langkah untuk menghindari konflik yang lebih besar atau sebagai upaya untuk menjaga kesatuan partai menjelang transisi kekuasaan Airlangga Hartarto telah meninggalkan warisan yang signifikan bagi Partai Golkar.
Kepemimpinannya yang transformatif telah membawa partai melalui periode yang penuh tantangan dan mempersiapkan Golkar untuk menghadapi masa depan.
Pengunduran dirinya, meski mengejutkan, merupakan langkah yang mencerminkan dedikasinya terhadap partai yang ia pimpin selama hampir tujuh tahun. Kini, Golkar dihadapkan pada tantangan baru untuk memilih penerus yang mampu melanjutkan visi dan misi yang telah dibangun Airlangga.##
Penulis : Rls
Editor : Ahmad
Sumber Berita : Bandar Lampung
*Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.