Erna Suud Hanan yang didampingi Ketua Pokja 3 Ny. Achayati Kusnardi dan Ny. Leni Marlina anggota Pokja 3 dalam Kunker tersebut menambahkan, Isu pemberdayaan perempuan hakikatnya bukan menjadikan ibu-ibu sebagai pesaing bagi bapak bapaknya, tapi ibu-ibunya diharapkan bisa menjadi mitra dan pelengkap bagi bapak-bapaknya serta bisa menyiapkan anak-anaknya menjadi generasi berkualitas.
“Kenapa permasalahan stunting atau kerdil ini menjadi sangat penting, karena stunting akan berakibat pada menurunnya kualitas sumber daya manusia,” Ujarnya.
Sementara Wakil Bupati Pesisir Barat A. Zulqoini Syarif,S.H, mengatakan, stunting tidak hanya mengenai pertumbuhan anak yang terhambat, namun juga berkaitan dengan perkembangan otak yang kurang maksimal. hal ini menyebabkan kemampuan mental dan belajar yang di bawah rata- rata, dan bisa berakibat pada prestasi sekolah yang buruk.
Menurut WHO, tambah Wabup, batasan prevalensi stunting suatu wilayah sebesar 20 persen. secara nasional berdasarkan hasil survei status gizi indonesia (ssgi) tahun 2021 yang dilaksanakan kementerian kesehatan, angka prevalensi stunting di indonesia pada tahun 2021 sebesar 24,4%, atau menurun 6,4% dari angka 30,8% pada tahun 2018.
Sedangkan kabupaten pesisir barat prevalensi stunting berkisar 22,8%. “pemerintah mempunyai target untuk menurunkan prevalensi hingga 14% pada tahun 2024. itu artinya, kita harus menurunkan prevalensi sebesar 10,4% dalam 2,5 tahun ke depan, yang tentu saja ini menjadi tantangan bagi kita semua untuk mencapainya”.
A.Zulqoini Syarif,S.H melanjutkan sesuai dengan strategi nasional dalam penanggulangan stunting, telah ditetapkan 5 (lima) pilar pencegahan stunting, antara lain : pertama, komitmen dan visi kepemimpinan; ke-dua, kampanye nasional dan komunikasi perubahan perilaku; ke-tiga, konvergensi, koordinasi, dan konsolidasi program pusat, daerah, dan desa; ke-empat, ketahanan pangan dan gizi; dan ke-lima, pemantauan dan evaluasi.
1 2 3 Selanjutnya
*Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.
Halaman : 1 2 3 Selanjutnya