Oleh: Gesit Yudha*)
BANDARLAMPUNG kembali menjadi sorotan nasional. Kota yang dikenal sebagai gerbang Sumatra itu ternyata menyimpan ironi: gunungan sampah di TPA Bakung yang kian menggunung dan tak kunjung terurai. Setiap harinya, lebih dari 700ton sampah masuk ke lokasi yang sudah kelebihan kapasitas dan masih menggunakan sistem open dumping, metode usang yang ditinggalkan kota-kota maju sejak lama (Yudha dkk., 2024).
Dampaknya bukan sekadar estetika kota, tapi menyangkut nasib ekosistem, pencemaran air dan udara, hingga potensi gangguan kesehatan masyarakat.
Ironisnya, meski Perda No. 6 Tahun 2023 tentang Pengelolaan Sampah telah diberlakukan, pelaksanaannya masih terkendala banyak hal. Minimnya partisipasi warga, kurangnya fasilitas pengolahan, serta lemahnya konsistensi pemerintah daerah menjadi penghambat serius.
Sadd al-Dzari’ah: Etika Islam dalam Kebijakan Lingkungan Sebagai solusi alternatif, riset yang kami lakukan menawarkan pendekatan Sadd al-Dzari’ahsebuah prinsip hukum Islam yang bertujuan mencegah kerusakan (mafsadah) sejak dini. Prinsip ini melandaskan kebijakan pada asas pencegahan.
Dalam konteks pengelolaan sampah, hal ini bisa diwujudkan melalui pengurangan plastik sekali pakai, penguatan edukasi publik, dan pemberdayaan masyarakat dalam sistem pengolahan berbasis komunitas (Hasballah, 2020; Yudha dkk., 2024).
Islam sejak awal menegaskan pentingnya kebersihan sebagai bagian dari iman. Hadis Nabi menyebut, “Kebersihan adalah sebagian dari iman” (HR. Tirmidzi). Artinya, menjaga lingkungan bukan hanya tanggung jawab sosial, tapi bagian dari tanggung jawab spiritual. Maka, pendekatan Sadd al-Dzari’ah sejatinya bukan sekadar etika normatif, tapi bisa menjadi fondasi kebijakan publik yang berorientasi pada keberlanjutan (Wahbah al-Zuhaili, 1986; Mufidah, 2022).
Dari Penanganan ke Pencegahan
Pengelolaan sampah yang efektif memerlukan pergeseran paradigma: dari reaktif menjadi preventif, dari penanganan ke pengurangan. Pendekatan Sadd al-Dzari’ah dapat menjadi jembatan bagi semua pihak pemerintah, masyarakat, bahkan lembaga keagamaan untuk bergerak bersama dalam satu visi yang berkelanjutan (Yudha dkk., 2024).
Program bank sampah digital, kampanye zero waste, hingga khutbah Jumat bertema kebersihan bisa menjadi titik awal kolaborasi. Ketika pendekatan religius, teknologis, dan edukatif berjalan beriringan, maka hasilnya bukan hanya pengurangan limbah, tapi juga peningkatan kesadaran kolektif (Indrayani, 2023; DLH Bandar Lampung, 2024).
Mengelola sampah bukan semata soal teknis, tapi juga soal spiritualitas dan moralitas. Ketika kita membuang limbah sembarangan, sesungguhnya kita sedang mengabaikan amanah Tuhan untuk menjaga bumi. Al-Qur’an secara tegas menyebut, “Telah tampak kerusakan di darat dan di laut akibat ulah tangan manusia…” (QS. Ar-Rum: 41). Maka, sudah saatnya kebijakan lingkungan dipadukan dengan nilai-nilai agama agar tidak hanya efisien, tapi juga bernilai etik dan spiritual (Al-Ghazali, 1933; Uyun, 2020).
Kota seperti Bandar Lampung bisa memulai langkah ini dari komunitas terkecil: rumah tangga, RT, masjid, hingga sekolah. Menanamkan semangat tazkiyatun nafs (pensucian jiwa) lewat aksi nyata seperti memilah sampah, mengelola kompos, dan menyebar edukasi menjadi wujud ibadah sosial yang sesungguhnya.
Jika ingin mencegah krisis ekologis yang lebih besar, maka pendekatan Sadd al-Dzari’ah harus ditempatkan sebagai fondasi tata kelola lingkungan di kota-kota Muslim. Prinsip ini mengajarkan bahwa mencegah lebih baik daripada mengobati, dan menjaga bumi adalah ibadah sepanjang masa.
Kita semua punya peran, punya tanggung jawab, dan punya kesempatan untuk berubah dari rumah sendiri. Penerapan asas Sadd al-Dzari’ah dalam kebijakan pengelolaan sampah di Kota Bandar Lampung dapat menjadi kerangka moral dan strategis dalam memperbaiki sistem yang sudah ada.
Dalam jangka panjang, kebijakan yang tidak hanya berorientasi pada pengangkutan dan pembuangan sampah, tetapi juga pada pencegahan kerusakan lingkungan melalui pendidikan, teknologi, dan pemberdayaan masyarakat, akan lebih berkelanjutan.
Integrasi nilai-nilai Islam tersebut dapat menjadi model pendekatan kebijakan yang relevan dalam konteks kota-kota muslim di Indonesia, termasuk Kota Bandar Lampung. Oleh karena itu, diperlukan komitmen politik dan kemitraan yang kuat antara pemerintah, masyarakat, dan lembaga keagamaan untuk mendorong perubahan paradigma pengelolaan sampah dari sekadar upaya mitigasi menjadi upaya pencegahan yang berlandaskan pada Sadd Al-Dzari’ah.
(Peneliti Kebijakan Publik dan Dosen di UIN Raden Intan Lampung)
Penulis : Desty
Editor : Rudi Alfian
Sumber Berita : UIN Raden Intan Lampung
*Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.