Ketua DPR RI ke-20 sekaligus mantan Ketua Komisi III DPR RI bidang Hukum, HAM, dan Keamanan ini menjelaskan, alternatif kedua, jika PPHN dalam bentuk Ketetapan MPR, maka sudah pasti yang membuat adalah MPR. Persoalannya, untuk menetapkan Ketetapan MPR, maka diperlukan amendemen untuk mengembalikan kewenangan MPR dalam menetapkan haluan negara. Namun, karena situasi menjelang tahun politik, maka amandeman sulit dilakukan.
Inilah yang mendasari wacana penetapan PPHN melalui konsensus nasional sebagai konvensi ketatanegaraan.
“Alternatif ketiga, jika PPHN bentuk hukumnya adalah undang-undang, maka akan menjadi kewenangan DPR dan Presiden. Persoalannya, jika diatur dalam bentuk undang-undang, kedudukan hukumnya tidak kuat karena masih mungkin untuk ‘diganggu-gugat’. Tentunya tidak elok, PPHN sebagai sebuah haluan negara, misalnya digugat melalui judicial review ke Mahkamah Konstitusi, atau ‘diterpedo’ dengan PERPPU,” jelas Bamsoet.
Wakil Ketua Umum Partai Golkar dan Kepala Badan Hubungan Penegakan Hukum, Pertahanan dan Keamanan KADIN Indonesia ini menerangkan, merujuk pada pandangan tokoh pendiri bangsa, hakikat konvensi ketatanegaraan dinarasikan sebagai hukum yang tidak tertulis, berupa aturan-aturan dasar yang timbul dan terpelihara dalam praktek penyelenggaraan negara, meskipun tidak tertulis.
“Memaknai konvensi ketatanegaraan menurut sistem di Indonesia, kita dapat merujuk pada pandangan Bagir Manan yang mendefinisikannya sebagai kebiasaan/hukum yang tumbuh dalam praktik penyelenggaraan negara, melengkapi, menyempurnakan, menghidupkan atau mendinamisasi kaidah-kaidah hukum perundang-undangan atau hukum adat ketatanegaraan, serta mengisi kekosongan hukum formil yang baku,” terang Bamsoet.
Wakil Ketua Umum Pemuda Pancasila dan Wakil Ketua Umum FKPPI/Kepala Badan Bela Negara FKPPI ini menambahkan, dalam konteks Konvensi Ketatanegaraan PPHN yang akan diupayakan melalui Konvensi Ketatanegaraan, tentunya dimaksudkan dengan pertama-tama membangun konsensus nasional, kesepakatan bersama, untuk menghadirkan PPHN sebagai pedoman arah pembangunan nasional.
“Untuk menindaklanjuti kajian substansi dan berbagai bentuk hukum PPHN tersebut, pada tanggal 3 Oktober MPR akan menyelenggarakan Sidang Paripurna yang pertama sejak reformasi, dengan agenda pembentukan Panitia Ad Hoc MPR. Keputusan mengenai pilihan bentuk hukum mana yang akan diambil terkait PPHN, masih sangat dinamis. Tergantung hasil pembahasan tentang penbentukan Panitia Ad Hoc di Sidang Paripurna MPR mendatang,” pungkas Bamsoet.##
1 2
*Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.
Halaman : 1 2