“Kegiatan penambangan PT LMU itu kan datang tanpa melalui desa. Harapannya kedepan kebijakan apapun yang menyangkut masyarakat, pengurus desa dilibatkan, sebab apapun gejolak di masyarakat pasti muaranya ke pengurus desa,” kata Aris, Kepala Desa Suka Damai. Eri Yanto pun menambahkan, beberapa waktu lalu ia mendapat informasi dari wartawan lokal bahwa PT LMU akan beroperasi lagi. “Kami nelayan resah karena katanya Logomas akan datang lagi. Penambangan pasir laut selama dua bulan saja telah menghilangkan sumber mata pencaharian kami sebagai nelayan yang pemulihannya cukup lama. Itulah sebabnya kami meminta Pak Gubernur untuk segera mencabut izinnya,” ujar Eri Yanto.
Umi juga menambahkan bahwa selain ditolak masyarakat, perizinan PT LMU juga dinilai cacat. “Informasi terkait pelanggaran izin PT LMU dapat kita baca di dalam surat rekomendasi yang dikeluarkan oleh Gubernur Riau pada awal tahun 2022. Surat rekomendasi itu menyebutkan, izin lingkungan atau AMDAL yang dimiliki oleh PT LMU telah kedaluwarsa. Selain itu, keberadaan PT LMU juga bertumpang tindih dengan kawasan yang ditetapkan sebagai KSNT, KSPN, dan KSPD. KKP juga telah mencadangkan wilayah ini sebagai area konservasi perairan, sehingga tidak ada alasan untuk tidak mencabut IUP PT LMU,” terang Umi.
Faeyumi, dari BPSPL Padang menjelaskan bahwa kewenangan pencabutan IUP PT LMU berada di DPMPTSP atau jika di pusat ada di Kementerian BKPM dengan rekomendasi dari dinas/kementerian teknis seperti KKP dan ESDM. “Misalnya kalau di KKP, PT LMU tidak memiliki dokumen Persetujuan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang Laut (PKKPRL) sehingga kami menerbitkan keputusan untuk menghentikan sementara kegiatan penambangan PT LMU. Dan terkait penetapan kawasan konservasi, akan kami sampaikan ke kepala kami berdasarkan hasil dari sini apakah bisa dilakukan percepatan,” kata Faeyumi.
1 2 3 Selanjutnya
*Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.
Halaman : 1 2 3 Selanjutnya