JAKARTA – Psikiater dari Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia dr. Mintarsih Abdul Latief Sp.KJ mengatakan tekanan terhadapnya tidak akan membuat ia berhenti berjuang untuk mendapatkan kembali haknya, berupa sahamnya di Blue Bird yang diduga dihilangkan.
“Saya digugat Rp140 miliar, tapi sudah banyak yang mengakui gugatan atau putusan dari Mahkamah Agung itu sesat, saat ini saya masih dalam proses mengajukan PK (peninjauan kembali),” ujar Mintarsih kepada wartawan saat ditemui di Gedung Nusantara V, Senayan, Jakarta, Jum’at 6 Desember 2024.
Ketika ditanyakan soal pelaporan di Bareskrim, dimana ibu Mintarsih pernah melaporkan dugaan penghilangan saham di Blue Bird. Namun, laporan tersebut malah berujung pada tekanan kepada ibu untuk mengembalikan gaji dan tunjangan yang ibu terima, dengan total nilai mencapai 140 miliar rupiah, padahal ironisnya, ibu Mintarsih sendiri turut andil dalam membangun perusahaan tersebut, tetapi justru menghadapi masalah seperti sekarang, dijawabnya dengan tegas.
“Kecurangan itu (menutupi kesalahan dengan mencari-cari persoalan baru tapi sesat) sebenarnya mudah dilakukan bagi mereka yang memiliki kapasitas tertentu. Dalam kasus ini, persoalan penghilangan saham di Blue Bird terus menjadi sorotan,” ucap Mintarsih.
Dijelaskannya ia sudah sejak lama terlalu jauh disudutkan, bahkan sampai kasus penculikan sudah diungkapkan di media massa, dan juga ia dilaporkan ke polisi dengan tuduhan-tuduhan yang terkesan tidak masuk akal, dan sungguh sangat dzolim, seperti “perbuatan tidak menyenangkan” maka publik pun mempertanyakan logika hukum yang berlaku, dimana berbagai kalangan baik itu legislator, akademisi, aktivis, pakar hukum, termasuk pengacara Mintarsih sendiri mengungkapkan tudingan dan putusan sesat itu adalah hal yang buruk, serta dikhawatirkan akan diikuti oleh pengusaha lainnya dalam menjalankan suatu kejahatan.
“Laporan polisi tersebut bahkan sampai mengarah pada ancaman penahanan yang tidak wajar. Beruntung, ada seorang pejabat yang membantu sehingga penahanan itu tidak terjadi. Namun, akibat tekanan yang terus-menerus, akhirnya saya meminta mundur dari CV sebagai pengurus, bukan dari kepemilikan saham. Namun, yang terjadi justru sebaliknya. Hakim memutuskan bahwa dengan mundurnya saya sebagai pengurus, otomatis kepemilikan saham juga hilang, ini kan aneh,” ulas Mintarsih yang sebelumnya menjadi pemateri dan penulis buku Intervention Strategies for Street Gangs bersama Helmut L. Sell Pimpinan Regional Office for South East Asia, World Health Organization (WHO) Division of Mental Health.
Keputusan Hukum yang Dipertanyakan
Dikatakannya lagi keputusan tersebut, jelas bertentangan dengan anggaran dasar perusahaan, dimana Mintarsih mempertanyakan, apakah anggaran dasar sudah tidak berlaku lagi? Mengapa hakim bisa membuat keputusan yang seolah-olah melampaui undang-undang? Hingga dua kali persidangan, jawaban yang diterima tetap sama, yakni jika keluar sebagai pengurus, maka otomatis kehilangan kepemilikan saham tanpa kompensasi.
Selain itu, soal putusan sesat Rp140 miliar diungkapkannya, “Keputusan ini bukan hanya merugikan saya secara pribadi, tetapi juga berpotensi menjadi preseden buruk bagi masyarakat. Jika perusahaan dapat meminta pengembalian gaji karyawan dengan alasan tertentu, dampaknya bisa meluas. Selain itu pihak Blue Bird menuding saya dengan alasan kurang bekerja, meskipun saya telah memberikan bukti kuat bahwa saya bekerja keras, termasuk merancang desain komputer dan bekerja hingga larut malam. Tuduhan tersebut didukung oleh saksi yang minim kredibilitas, sementara saksi dari pihak saya menyatakan sebaliknya,” ungkap Mintarsih.
Ironisnya, kata dia, seluruh gaji yang sudah diterimanya selama bekerja di perusahaan Blue Bird justru diminta kembali, bahkan jumlahnya lebih besar dari total yang pernah diterima. Selain itu, deposito pribadinya juga digugat dengan alasan pencabutan deposito adalah tindakan melawan hukum.
“Tidak berhenti di situ, ada berbagai laporan kepolisian lain yang dilayangkan kepada saya, termasuk tuduhan membakar gedung, mencoba membunuh orang, hingga meracuni 800 orang pada acara ulang tahun perusahaan. Namun, laporan-laporan ini tidak dilanjutkan, karena oleh kepolisian menerangkan tidak ditemukan bukti yang mendukung,” bebernya.
Masalah di Tingkat Mahkamah Agung
Yang menjadi masalah, lanjut Mintarsih, adalah bagaimana Mahkamah Agung tetap menganggap laporan-laporan yang tidak masuk akal tersebut sebagai dasar untuk memutuskan perkara. Hakim memiliki kewenangan penuh, bahkan jika keputusan yang dibuatnya bertentangan dengan logika atau peraturan yang ada.
“Lebih buruk lagi, keputusan seperti ini dapat dijadikan yurisprudensi, sehingga berpotensi membahayakan masyarakat luas. Jika yurisprudensi ini diterapkan, perusahaan dapat meminta pengembalian gaji karyawan dengan jumlah yang melebihi apa yang telah dibayarkan. Saya telah mengajukan gugatan hingga tingkat banding dan Mahkamah Agung, meskipun hasilnya tetap kalah. Kini, saya sedang mengajukan PK. Selain itu, saya juga sedang mempersiapkan laporan ke pimpinan DPR guna mencari keadilan. Namun, proses ini tidak mudah dan masih menunggu perkembangan lebih lanjut,” tuturnya.
Sebagaimana diketahuinya sebelumnya kasus ini pun menghebohkan tanah air, selain gugatan-gugatan dari para pemilik saham lain di Blue Bird terhadap para oknum Pengusaha, oknum Jendral, Publik Figur hingga artis Nikita Willy dalam kehidupan mewahnya ikut disorot, lantaran suaminya yaitu Indra Priawan juga terduga dalam penghilangan saham di Blue Bird, yang semuanya sudah dipublikasikan di berbagai media massa baik itu media cetak, online dan TV.
Adapun Mintarsih Abdul Latief dalam laporannya ke Bareskrim Mabes Polri, diketahui bernomor: LP/B/216/VIII/2023/SPKT/BARESKRIM POLRI tanggal 2 Agustus 2023, ditandatangani Iptu Yudi Bintoro (Kepala Subbagian Penerimaan Laporan),
“Iya, semua sudah jelas saya laporkan, dalam laporan terlapor di Bareskrim yaitu Purnomo Prawiro, Chandra Suharto, Gunawan Surjo Wibowo, Sri Ayati Purnomo, Sri Adriyani Lestari, Adrianto Djokosoetono, Kresna Priawan, Sigit Priawan, Bayu Priawan, Sigit Priawan, Indra Priawan,” pungkas Mintarsih. ##
Penulis : Heri Suroyo
Editor : Fidhelia
Sumber Berita : Jakarta, Blue Bird
*Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.