Laporan: Heri Suroyo
JAKARTA – Wakil ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD RI) Sultan B Najamudin menantang Pemerintah untuk mengevaluasi izin usaha perkebunan sawit dan perusahaan pengolahan minyak sawit atau CPO yang cenderung memprioritaskan kebutuhan ekspor hingga mengganggu supplay minyak goreng di dalam negeri.
“Kita sangat prihatin dengan upaya masyarakat khususnya ibu-ibu yang harus antri dan terdesak-desak hingga menyebabkan kerumunan karena berebut saat membeli minyak goreng di banyak daerah. Sebuah pemandangan yang sangat paradoks di negara penghasil sawit terbesar di dunia”, ujar Sultan melalui keterangan resminya pada Jum’at (04/03).
Menurut Sultan, krisis minyak goreng sangat mempengaruhi aktivitas ekonomi dan konsumsi masyarakat.
Jutaan UMKM sangat bergantung kepada keberadaan minyak goreng sebagai salah satu input produksinya. Khususnya pada industri pengolahan makanan dan Kuliner.
Tapi sangat disayangkan, lanjut Sultan, situasi ini tidak mampu dikendalikan oleh pemerintah. Negara seperti takluk oleh hegemoni pasar bebas yang sangat kapitalistik. Ini tentu sangat bertentangan dengan prinsip ekonomi Pancasila yang digariskan oleh konstitusi.
“Jika korporasi tidak bisa kooperatif untuk memprioritaskan kepentingan dalam negeri setelah melakukan ekstraksi SDA, maka negara wajib menunjukkan kekuasaannya kepada pelaku pasar sebagai wujud komitmen dalam melindungi kepentingan nasional”, ujar mantan ketua HIPMI Bengkulu itu.
Sehingga menurut Sultan, tidak berlebihan jika di tengah situasi yang menyedihkan ini, negara menunjukkan powernya di hadapan pasar. Kami tantang pemerintah evaluasi saja izin usaha perkebunan sawit dan perusahaan CPO yang beroperasi saat ini.
“Dalam konteks minyak goreng, kementerian perindustrian dan kementerian perdagangan adalah pihak yang wajib aktif menyelesaikan masalah yang hampir tidak pernah terjadi sebelumnya ini. Semoga fenomena ini segera berakhir dan menjadi krisis yang terakhir”, tutupnya. ##
*Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.