Oleh: Dr. Eng. Ir. Muslim, ST., MT., IPU*)
BERDASARKAN Permen ESDM No. 37 Tahun 2016 tentang ketentuan penawaran participating interest 10% pada wilayah kerja minyak dan gas bumi, kontraktor kontrak kerjasama wajib menawarkan participating interest maksimal 10% ke BUMD dan jika BUMD tidak berminat tawaran berikutnya diberikan ke BUMN.
Partcipating Interest (PI) merupakan keikutsertaan badan usaha termasuk BUMD dalam pengelolaan hulu migas dan hal ini dapat disebut sebagai “pemegang saham” bersama kontraktor kerjasama tersebut. Dengan terlibatnya BUMD sebagai pemegang participating interest 10%, BUMD tersebut berhak mendapatkan haknya sebesar 10% yang dikuasainya dan begitu juga sebaliknya, BUMD akan ikut menanggung 10% dari biaya eksplorasi maupun eksploitasi setiap tahun berjalan.
Biaya ini tidak dikeluarkan dari modal BUMD tetapi ditalangi atau istilah lainnya adalah digendong oleh Kontraktor Kontrak Kerjasama. Dengan demikian BUMD akan mendapatkan keuntungan setiap tahun sesuai dengan PI 10% yang dipegangnya dan tidak tertutup kemungkinan BUMD tidak akan mendapatkan keuntungan jika kontraktor kontrak kerjasama mengalami kerugian misalnya disebabkan pemboran eksplorasi yang gagal, produksi minyak berhenti, harga minyak di atas biaya operasional dll seperti yang dilansir goriau.com.
Saat ini, di Provinsi Riau hanya PT. Riau Petroleum Siak sebagai anak dari PT. Riau Petroleum yang sudah mengelola PI 10%. Sementara itu, beberapa WK lainnya seperti WK Rokan dan WK Kampar tinggal menunggu persetujuan Menteri ESDM sehingga pengalihan PI 10% kedua WK tersebut dapat direalisasikan dalam waktu dekat ini.
WK lainnya seperti Mahato telah menyelesaikan studi pelamparan reservoir dan perhitungan cadangan yg dilakukan oleh pihak yang ditunjuk oleh PT. Riau Petroleum. WK Bentu, Malacca Strait, Selatpanjang Blok masih belum dapat informasi terkait progress mereka hingga saat ini.
Dana Bagi Hasil Migas (DBH Migas) adalah hak yg diperoleh oleh daerah penghasil migas dan ini tidak ada kaitannya dengan PI 10%. Sebagai daerah penghasil migas, pemerintah pusat wajib memberikan hak daerah penghasil tersebut yang diambil dari bagian pemerintah pusat.
Hak daerah penghasil ini tertuang di dalam UU No. 33 Tahun 2004 tentang perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Penjabaran perimbangan ini telah ditetap dengan porsi masing-masing, untuk minyak bumi pemerintah pusat mendapatkan bagian sebesar 84,5% dan untuk pemerintah daerah sebesar 15,5%.
Sementara itu, untuk pembagian gas bumi 69,5% bagian pemerintah pusat dan 30,5% bagian pemerintah daerah. Setiap Kabupaten/Kota baik penghasil maupun non penghasil akan tetap mendapatkan bagian masing-masing sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Dengan demikian setiap daerah penghasil akan mendapatkan DBH migas yang telah ditetapkan oleh pemerintah pusat. Hal ini tentu berbeda sekali dengan PI 10% yang ada proses dan prosedur yang dilakukan sesuai dengan Permen ESDM No. 37 Tahun 2016.
Perbedaan PI 10% vs DBH Migas:
1. PI 10% dasar hukum yang digunakan adalah Permen ESDM No. 37 Tahun 2016.
2. Dana Bagi Hasil Migas (DBH Migas) dasar hukumnya UU No. 33 Tahun 2004.
3. Pemerintah Daerah wajib menyampaikan minat untuk pemegang PI 10% ke Skkmigas.
4. DBH Migas adalah hak Daerah Penghasil, sehingga tidak perlu adanya proses pengajuan permintaan DBH karena sudah diatur hak daerah dan porsi masing-masing.
5. PI 10% adalah bisnis to bisnis (BUMD dengan Kontraktor Kontrak Migas).
6. DBH antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah bukan bisnis to bisnis.
7. Dana PI % di transfer oleh Kontraktor Kontrak Migas ke Rekening BUMD sebagai mitra bisnis bukan di transfer ke Pemerintah Daerah seperti dana DBH.
8. Dana PI 10% menjadi hak BUMD untuk pengembangan bisnis dalam rangka menambah PAD bagi daerah.
9. Dana DBH digunakan sesuai dengan kebutuhan Pemerintah Daerah seperti infrastruktur, pendidikan dll.
10. Penerima Dana PI diwajibkan membayar pajak penghasilan/PPh Minyak Bumi dan Pajak Deviden.
11. DBH yang diterima Pemerintah Daerah tidak dikenakan pajak PPh Minyak dan Pajak Deviden
Berdasarkan penjelasan dan penjabaran terkait dengan DBH dan PI 10% perlu persamaan persepsi di seluruh level pemerintah daerah mulai dari Provinsi hingga Kabupaten bahwa Dana Bagi Hasil Migas dan Dana Participating Interest 10% tidaklah sama. Begitu juga dalam pengelolaan dana DBH dan PI 10% tersebut.
Dana DBH Migas langsung di transfer oleh Pemerintah Pusat ke Pemda Penghasil Migas dan dapat langsung digunakan oleh Pemerintah Daerah ketika telah masuk ke Rekening Pemda.
Berbeda halnya dengan dana PI 10% yang masuk ke Rekening BUMD yang tentunya digunakan oleh BUMD tersebut untuk biaya operasional, bayar hutang, pengembangan bisnis jangka pendek, menengah dan panjang yang telah disepakati bersama oleh pemegang saham melalui RUPS.
Jika dana PI 10% yang masuk ke Rekening BUMD ini telah dikeluarkan biaya-biaya yang disebutkan diatas dan masih ada profit. Tentunya Profit dibagikan ke pemegang saham sesuai dengan porsi saham masing (saham propinsi dan saham kabupaten/kota). Maksimal saham Provinsi di BUMD Pengelola PI 10% disepakati bersama antara Pemprov dengan Kabupaten yang masuk Wilayah Kerja Migas setelah dikaji dan dihitung oleh tim independen.
Dengan demikian profit yang diperoleh BUMD dari hasil PI 10% ini akan dibagikan ke Pemegang Saham setelah RUPS dan setelah dilakukan Audit Internal maupun Audit External. Oleh karena itu, tidak otomatis dana PI yang diterima BUMD dari mitranya Kontraktor Kontrak Migas diberikan secara “utuh” ke Pemprov atau ke Kabupaten pemegang saham. Karena ada mekanisme yang harus di lewati di internal BUMD itu sendiri.
Belakangan ini isu PI 10% WK Rokan menjadi hal yang banyak dibahas dan dikomentari di media masa cetak maupun online.
Pemberitaan yang beredar di media masa kadang kala perlu diluruskan agar semua pihak bisa memahami dan membedakan terkait DBH dan PI 10% ini.
Dengan pemahaman yg mendalam dan menyeluruh serta komprehensiv tentu akan berhati-hati dalam mengeluarkan statement terkait dengan isu PI 10% yang menjadi semakin hangat menjelang Pemilihan Gubernur, DPR dan DPRD yang tinggal beberapa bulan kedepan.
Kami sebagai insan kampus atau akademisi tentu berusaha memberikan pandangan/pendapat berdasarkan pemahaman/keilmuan yang dimiliki serta berdasarkan kajian yang menggunakan sumber-sumber yang dapat dipertanggung jawabkan. Sehingga bisa menjadi suluh, menjadi penerang di dalam kegelapan.
*)Dekan Fakultas Teknik Universitas Islam Riau.
Penulis : Nara J Afkar
Editor : Anis
Sumber Berita : PT LEB, PT LJU, Kejati Lampung, Korupsi,
*Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.