Bagi Mulyadi, wajar saja jika selama belasan tahun belakangan improvisasi dari Kementerian Desa belum kelihatan. Pasalnya, ujar dia, selama itu pula keberpihakan negara terhadap masyarakat desa baru sebatas seremonial dan retorika.
Bukan tanpa alasan Mulyadi mengatakan hal itu. Sebagai wakil rakyat dari Dapil Bogor ia menemukan masih banyak desa-desa tertinggal di daerahnya. Bahkan untuk membuktikan ucapannya, politisi partai Gerindra itu mengundang pihak kementerian dan anggota dewan lainnya untuk datang langsung ke lokasi.
“Kan miris, radius tidak jauh dari pusat kekuasaan, Jakarta dan Istana Bogor, tapi masih banyak desa-desa tertinggal,” katanya dengan penuh penyesalan.
Oleh karena itu, Mulyadi pun meminta data status desa yang selama ini disampaikan oleh pemerintah harus dikaji ulang. “Kepada Menteri Keuangan sudah saya sampaikan, harus di definisikan ulang apa yang di maksud tingkat kemiskinan dan harus di review data-data yang dijadikan dasar informasi setiap keputusan dan kebijakan pusat” kata Mulyadi.
“Di daerah saya terbukti ada masyarakat desa yang tidak bisa beli beras sampai 3 hari. Datang ke saya dengan kondisi yang memprihatinkan,” lanjutnya.
Sebagai anggota dewan yang sehari-hari tampil gagah dengan stelan jas, dia merasa malu saat menghadapi kenyataan seperti itu. “Saya gagah nih, anggota DPR RI, pakai jas disumpah jabatan untuk memperjuangkan Dapil, anggota Banggar pula yang membahas anggaran hingga 3000 triliun. Yang saya bahas 3000 triliun tapi tiba-tiba di sms masyarakat yang meminta bantuan beras,” demikian Mulyadi.
Menutup pembicaraan Ia meminta pemerintah berhenti mengumbar retorika dan fokus menyelesaikan permasalahan rill di masyarakat bawah. “Saya meminta kepada Kepala Bapenas dan Gubernur BI supaya berhenti membicarakan ditataran atas tapi bukti masyarakat di bawah kondisinya menyedihkan,” pungkasnya. ##
1 2
*Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.
Halaman : 1 2