Laporan : Heri Suroyo
JAKARTA – Ketua DPD RI AA LaNyalla Mahmud Mattalitti menerima kunjungan Poros Nasional Kedaulatan Negara (PNKN) di Rumah Dinas Ketua DPD RI. PNKN yang berisi para aktivis, pakar hukum dan tokoh-tokoh nasional sengaja datang ke Ketua DPD RI terkait gugatan mereka terhadap Undang-undang Ibukota Negara (IKN), Kamis (10/2).
Ketua DPD RI didampingi Senator Sulawesi Selatan Tamsil Linrung, Sekjen DPD RI Rahman Hadi, Deputi Administrasi DPD RI Lalu Niqman Zahir dan Staf Khusus Ketua DPD RI Sefdin Syaifudin. Sedangkan dari PNKN hadir Ketua Abdullah Hehamahua ( Mantan Penasehat KPK), Marwan Batubara (mantan anggota DPD DKI Jakarta), Muhyiddin Junaidi (Wakil Ketua Dewan Pertimbangan MUI), Taufik Amrullah, (Mantan Ketua KAMMI), Taufik Bahaudin (Alumni UI) dan Habib Muhsin Al Attas.
“Kedatangan kami kepada Ketua DPD RI karena ingin melengkapi data-data maupun apapun yang mendukung uji formil kami ke Mahkamah Konstitusi. Karena DPD RI kami anggap tahu perjalanan pembahasan UU IKN itu,” kata Abdullah Hehamahua.
Menurut Abdullah, UU IKN bertentangan dengan asas-asas pembentukan peraturan perundang-undangan. Selain itu juga tidak benar-benar dibutuhkan masyarakat. “Menurut kami, proses penyusunan UU IKN tak berkesinambungan, tidak efektif dan perpindahan ibukota itu juga tidak ada urgensinya. Apalagi saat ini sedang masa pandemi, harusnya Pemerintah lebih peka dengan hal itu,” kata Abdullah.
Porsi anggaran untuk pembangunan ibu kota negara (IKN) juga disoroti oleh Abdullah Hehamahua. Karena ternyata porsi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) menjadi 53,5 persen sedangkan awalnya Jokowi menyebut dana APBN yang akan dipakai untuk proyek ibu kota baru hanya sekitar 19 persen. “Melihat angka ini tentu sangat membebani APBN. Sementara negara ini masih perlu memprioritaskan pada penanganan Covid-19 dan pemulihan ekonomi. Harusnya ini yang diutamakan” ujarnya lagi.
Sementara itu koordinator PNKN Marwan Batubara lebih menyoroti tiadanya partisipasi publik dalam UU tersebut. “Bahwa proses pembentukan UU IKN sangat jauh dari proses yang benar, dimana partisipasi publiknya sangat minim. UU ini ada 11 bab dan 44 pasal, namun yang jadi pertanyaan waktunya terbilang cepat. Pembahasan UU ini terbilang cepat karena hanya memakan waktu 43 hari, terhitung sejak 7 Desember 2021,” katanya.
Artinya, lanjut Marwan, PNKN menganggap antara pemerintah dan DPR melakukan konspirasi jahat dalam perumusan UU itu.Ketua DPD RI AA LaNyalla Mahmud Mattalitti menyambut baik adanya gugatan UU IKN tersebut ke MK. Karena mekanisme tersebut adalah mekanisme yang sah secara hukum dan konstitusi. “Kalau ditanya sejauh mana peran DPD dalam UU IKN ini, saya jawab bahwa kami tidak terlibat secara intensif. Saat awal, DPD RI memang diundang. Saya menugaskan Komite I. Kami memberi catatan kritis, tetapi tidak diakomodasi juga,” ujar LaNyalla.
Mengetahui hal itu Marwan menegaskan kalau DPD RI saja yang merupakan bagian dari lembaga pembahas UU tidak dilibatkan, apalagi publik. Oleh karena itu harusnya UU tersebut batal demi hukum. “Yang punya wewenang membahas UU saja tidak diajak bicara intens apalagi publik. Jadi ini sudah tidak benar,” lanjut Marwan.
PNKN berharap Saran, dukungan dan masukan untuk melengkapi uji formil UU IKN ke MK. PNKN juga berharap seluruh anggota DPD RI menggalang dukungan agar UU IKN batal. “DPD RI harus bersuara dengan lantang untuk memperlancar proses gugatan UU IKN. Ke depan DPD RI juga harus punya peran yang kuat. Jangan hanya parpol yang bermain, yang menentukan apapun di bangsa ini,” katanya.##
*Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.