“Saat batuk, ujung jarum yang tajam melukai saluran napas. Pasien biasanya batuk disertai bercak darah. Hal ini dikeluhkan pasien pada dokter di rumah sakit pertama. Lalu dokter sana merujuk ke RSUP Persahabatan,” jelas Fahmi.
Pada Selasa (5/7) siang, tindakan disiapkan. Ada dua opsi yakni jarum pentul dikeluarkan dengan bronkoskopi (prosedur kesehatan yang dilakukan dengan memasukkan alat bernama bronkoskop melalui tenggorokan, laring, trakea dan bronkus) dan pembedahan.
Pembedahan merupakan opsi terakhir jika bronkoskopi gagal mengeluarkan jarum.
Sebelumnya, dokter melacak keberadaan jarum dengan rontgen thorax. Setelah itu baru evaluasi dengan bronkoskopi atau teropong saluran napas. Dengan alat ini, Fahmi dan tim memeriksa kondisi saluran napas dan menarik jarum dari bronkus.
“Tindakan kurang lebih 20 menit, jarum diangkat tanpa ada komplikasi,” imbuhnya.
Untuk kasus kali ini, tindak lanjut tersedak cukup cepat sebab pasien sadar bahwa jarum harus dikeluarkan dengan bantuan medis. Karena tidak ditemukan komplikasi, pasien cukup diobservasi selama 2-3 jam pasca tindakan, lalu bisa pulang.
Sebelumnya, lanjut Fahmi, tim dokter pernah menangani kasus tersedak yang sudah terjadi selama dua bulan. Pasien merupakan remaja perempuan yang menempuh pendidikan di pondok pesantren. Selama dua bulan, ia takut mengaku kalau tersedak, hingga akhirnya mengalami batuk darah.
Pengurus pondok pesantren mengira anak terkena tuberkulosis. Namun setelah rontgen thorax, baru anak mengaku kalau tersedak jarum pentul.
Fahmi mengingatkan kasus tersedak tidak bisa disepelekan apalagi tersedak benda dari logam.
“Apalagi pada pasien anak kecil. Kita enggak bisa berbuat banyak untuk manuver (atau melakukan sesuatu agar bendanya keluar). Harus segera dibawa ke rumah sakit,” katanya. ##
sumber: cnnindonesia.com
1 2
*Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.
Halaman : 1 2