Laporan : Heri Suroyo
JAKARTA – Mengatasi dampak polusi udara, membutuhkan kerja bersama. Pemerintah, swasta, komunitas dan masyarakat harus bersinergi untuk menemukan solusi terbaik melalui upaya mitigasi yang tepat.
“Perkiraan musim kemarau yang masih panjang, memerlukan persiapan dan kerja sama yang baik untuk mengatasi dampaknya, seperti peningkatan kasus infeksi saluran pernafasan atas (ISPA). Jangan saling melempar tanggung jawab dalam penanganannya, segera cari solusi terbaik,” kata Wakil Ketua MPR RI, Lestari Moerdijat dalam sambutannya pada diskusi daring bertema Mitigasi Kenaikan Kasus ISPA yang digelar Forum Diskusi Denpasar 12, Rabu (30/8).
Diskusi yang dimoderatori Anggiasari Puji Aryatie (Tenaga Ahli Wakil Ketua MPR RI) itu menghadirkan dr. Ari Dwi Aryani, M.KM., AAK (Deputi Direksi Bidang Kebijakan Penjaminan Manfaat, BPJS Kesehatan), dr. Imran Pambudi, MPHM (Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular, Kemenkes RI) dan Prof. Tjandra Yoga Aditama (Ketua Majelis Kehormatan Perhimpunan Dokter Paru Indonesia – Direktur WHO Asia Tenggara periode 2018-2020) sebagai narasumber.
Selain itu, hadir pula Adang Bachtiar, MD, MPH, DSc (Dewan Pakar / Ketua Majelis Pertimbangan Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia /IAKMI) dan Siswantini Suryandari (Award Winning Journalist Bidang Kesehatan) sebagai penanggap.
Menurut Lestari, kasus ISPA yang meningkat secara signifikan harus mendapat perhatian yang serius. Karena kasus ISPA mulai meningkat sejak Maret 2023, sempat menurun dan melonjak lagi pada Juli 2023.
Bahkan, ujar Rerie, sapaan akrab Lestari, mengutip catatan IDAI, kondisi polusi udara saat ini menyebabkan ISPA pada anak tinggi.
Diakui Rerie, yang juga legislator dari Dapil II Jawa Tengah itu, pemerintah sudah melakukan pencegahan dengan berupaya mengurangi sumber-sumber polutan yang ada saat ini.
Meski begitu, tambah Anggota Majelis Tinggi Partai NasDem itu, upaya itu membutuhkan kerja sama yang baik semua pihak untuk mendapatkan solusi yang tepat.
Deputi Direksi Bidang Kebijakan Penjaminan Manfaat, BPJS Kesehatan, Ari Dwi Aryani mengakui pembiayaan penyakit saluran pernafasan mulai rebound pada Agustus 2023 dan cenderung meningkat dengan penderita terbanyak pada kelompok usia 0-5 tahun.
Menyikapi kondisi itu, tambah Ari, BPJS memberikan kemudahan dalam pelayanan kesehatan, agar tidak terjadi waktu tunggu yang panjang untuk mendapatkan pelayanan kesehatan.
Ari berharap pemanfaatan aplikasi layanan kesehatan, seperti mobile JKN, dapat dimanfaatkan masyarakat luas.
Selain itu, tegas Ari, pelayanan kesehatan yang bersifat promotif dan preventif juga tetap mendapatkan perhatian dengan menanamkan prinsip yang sehat tetap dijaga tetap sehat melalui skrining riwayat kesehatannya.
Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular, Kemenkes RI, Imran Pambudi berpendapat dalam penanganan polusi di tanah air, sebagai salah satu penyebab ISPA, bisa mencontoh China dalam mengatasi polusi yang terjadi pada 2013, saat menjadi tuan rumah Olympiade.
Menurut Imran, dalam kurun waktu 7 tahun Tiongkok mampu mengatasi polusi. Sementara di Amerika Serikat, polusi baru bisa diatasi dalam waktu 24 tahun.
Upaya China dalam mengatasi polisi, ujar Imran memang cukup agresif. Pemerintah Negeri Tirai Bambu itu, memasang 5.000 alat monitor kualitas udara di tiga wilayah dan hasil pantauannya disebarluaskan kepada masyarakat.
Menurut Imran, China menerapkan lima strategi dalam menekan kadar polusi udara, yaitu mengendalikan emisi gas buang industri dan kendaraan, serta pengendalian debu.
Selain itu, tambah Imran, China juga melakukan penanganan risiko dan dampak kesehatan akibat polusi, serta mengedukasi masyarakat terkait tanggap darurat atasi polusi.
Saat ini, ungkap Imran, pihaknya berupaya mengukur kualitas udara secara real time dengan menempatkan 674 alat pemantau kualitas udara di sejumlah Puskesmas di kawasan Jabodetabek.
Bila tercatat kualitas udara buruk di wilayah tertentu, tambahnya, akan didatangi mobile air polution sample untuk mengatahui penyebab polusinya.
Dalam menyikapi kondisi polusi di Jabodetabek saat ini, menurut Imran, masyarakat perlu memantau kualitas udara melalui aplikasi pencatat yang tersedia secara periodik.
Selain itu masyarakat juga diharapkan memakai masker bila ke luar ruangan dan memanfaatkan air puriffier bila di dalam ruangan.
Imran menilai pentingnya edukasi masyarakat melalui kampanye di berbagai media untuk mendorong peningkatan kewaspadaan masyarakat. Di sisi lain, juga mendorong pemerintah daerah untuk konsisten meningkatkan kualitas udara di wilayahnya masing-masing.
Ketua Majelis Kehormatan Perhimpunan Dokter Paru Indonesia, Tjandra Yoga Aditama mengungkapkan dirinya sudah memperingatkan ancaman polusi di tanah air sejak Juni lalu.
Menurut Tjandra Yoga, di kalangan ilmuwan global pun menyatakan bahwa polusi merupakan gangguan dan tantangan terbesar dunia.
Karena dampak polusi, ujar Tjandra Yoga, tidak semata menimbulkan ISPA, tetapi juga bisa memicu penyakit lain seperti stroke, serangan jantung, kanker paru dan penyakit kronis lainnya.
Terpenting, tegas dia, dalam penanggulangan polusi harus dicari sumbernya dan segera atasi persoalannya. Intinya, tambah Tjandra, tindakan penanggulangan harus disesuaikan dengan penyebabnya.
Dalam penanganan ISPA, Tjandra Yoga menyarankan pemberdayaan Puskesmas untuk proses pencegahan dan pengobatan dampak polusi yang ringan.
Dewan Pakar / Ketua Majelis Pertimbangan IAKMI, Adang Bachtiar berpendapat dalam upaya menekan jumlah kasus ISPA membutuhkan kerja sama yang kuat dari berbagai sektor.
Termasuk, ujar Adang, pemahaman masyarakat terkait pentingnya kualitas udara yang baik bagi kesehatan masyarakat.
Sementara itu, Jurnalis Media Indonesia Siswantini Suryandari menilai isu polusi sudah bukan lagi masalah di Jabodetabek semata, tetapi sudah merupakan isu nasional dengan bermunculannya titik api di sejumlah daerah.
Akibatnya, tambah Siswantini, puluhan ribu orang terpapar ISPA, sehingga upaya mencegah dan menekan polusi harus mendapatkan dukungan politik dan sosial hingga kita segera mendapatkan langit biru kembali.
Di akhir diskusi, wartawan senior, Saur Hutabarat mencermati data BPJS Kesehatan yang menyebutkan kelompok terbesar terpapar ISPA adalah usia 0-5 tahun.
Menurut Saur, jika yang terpapar ISPA kelompok usia 0-5 tahun berarti kualitas udara di rumah pun terindikasi buruk.
“Jadi polusi sudah masuk rumah. Ini masalah besar. Tidak bisa lain harus ada dukungan kuat kebijakan negara untuk mengatasinya,” tegas Saur.(*)
*Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.