Laporan : Heri Suroyo
JAKARTA – Wakil Ketua DPR RI Periode 2014-2019 yang kini menjabat Wakil Ketua Umum Partai Gelora Rakyat (Gelora) Indonesia Fahri Hamzah melaunching tiga buku yang diberi judul ‘Trilogi Kesejahteraan: Platform Ekonomi Politik Menuju Indonesia Superpower Baru’ di Taman Sriwedari Cibubur, Depok, Jawa Barat, Jumat (10/11).
Launching buku Trilogi Manifesto Kesejahteraan yang dihadiri Ketua Umum Partai Gelora Anis Matta dan Ketua Dewan Pakar Tim Kampanye Nasional (TKN) Prabowo-Gibran yang mantan Gubernur Bank Indonesia (BI) 2003-2008 Burhanudin Abdullah ini, juga bertepatan dengan peringatan Hari Pahlawan 10 Oktober dan Milad Fahri Hamzah ke-52.
“Jadi saya tulis 3 buku, 2 buku waktu itu sudah saya selesaikan waktu Masih menjabat Wakil Ketua DPR RI bidang Kesra. Buku pertama itu tentang ‘Mengapa Indonesia Belum Sejahtera’, ini kaitanya dengan kritik-kritik teoritis tentang cara menghitung kesejahteraan yang menurut saya banyak tidak adilnya,” sebut lulusan Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia (FE-UI).
Sedang yang kedua, lanjut Fahri berjudul ‘Arah Baru Kebijakan Kesejahteraan’. Buku kedua ini tentang bagaimana mengoreksi kebijakan kesejahteraan yang ada di Tanah Air
“Barulah setelah sempat pensiun nulis. Nah, buku yang ketiga saya beri judul ‘Manifesto Kesejahteraan’, yang menyoroti kesejahteraan ini lebih komprehensif, karena ini adalah sebenarnya promosi terhadap ekonomi Pancasila,” ujarnya.
Tetapi fokus dari kebijakan bangsa ini ke depan itu, menurut Fahri, harus memang sumber daya manusia baru Indonesia ini bisa mencapai tahapan pemerataan yang riil bagi seluruh rakyat Indonesia.
“Nah, inilah 3 (tiga) buku sudah selesai pas di hari ini saya, bertepatan dengan ulang tahun saya, juga bersamaan dengan Hari Pahlawan,” demikian Fahri Hamzah, Caleg DPR RI dari Partai Gelora Indonesia untuk Dapil Nusa Tenggara Barat (NTB) I tersebut.
Ketua Umum Partai Gelora mengatakan, bahwa masa depan Indonesia ditentukan oleh kemajuan pendidikan, sementara wajib belajar pendidikan Indonesiia masih antara 6-9tahun, harusnya dinaikkan menjadi 12 tahun.
“Saya ingin berpesan kepada Pak Burhanuddin selaku Ketua Dewan Pakar, karena Pak Prabowo ini konsen dengan isu pendidikan. Jadi kalau misalnya kita membuat momen of lucky anak Indonesia sampai dia berumur 18 tahun, maka negara sudah mulai harus menyentuh sejak dalam bentuan ibu hamil, kemudian 1.000 pertama dan kemudian sekolah gratis hingga kuliah,” kata Anis Matta.
Demi kemajuan SDM Indonesia, negara harus mulai melakukan bantuan pendidikan hingga gizi sampai umur 20-22 tahun.
“Jadi paling tidak sampai umur 20 tahun harus ada sentuhan negara yang kuat. Jadi wajib pendidikan itu yang diurus negara sampai umur 23 tahun, selesai dia kuliah. Insya Allah akan muncul generasi Indonesia yang lebih lebih kuat,” katanya.
Ia menilai, banyak generasi yang pintar di Indonesia tercipta dari pembelajaran otodidak, bukan dari pendidikan.
Sehingga jika ingin menciptakan generasi yang kuat, maka negara harus membuat kebijakan wajib pendidikan itu, sampai kuliah.
“Kalau saya sama Pak Fahri pembelanjaran otodidak, tetapi saya katakan kalau kita ingin menciptakan generasi yang kuat, maka wajib pendidikan itu harusnya sampai kuliah, karena pada akhirnya akan menjadi tulang punggung bangsa. Jadi ketika dia keluar dari perguruan tinggi, negara boleh menuntut orang ini untuk berkontribusi,” katanya.
Ketua Dewan Pakar TKN Prabowo-Gibran sependapat dengan Ketua Umum Partai Gelora Anis Matta, bahwa pendidikan Indonesia seharus mengenai sistem wajib belajar 12 tahun saja.
Dimana peserta didik cukup mendapatkan ijazah SMA saja, tidak perlu ada ijazah SD atau SMP, cukup diberikan sertifikat.
“Kita memang harus membangun infrastruktur pendidikan dan sosial dengan wajib belajar 12 tahun, ijazah cukup diberikan untuk SMA saja. Nah, ijazahnya digunakan untuk melanjutkan ke pendidikan tinggi, kalau SD dan SMP cukup diberikan sertifikat saja,” kata Burhanuddin Abadullah.
Burhanuddin menegaskan, pendidikan menjadi fokus calon presiden (capres) Prabowo Subianto, karena lulus pendidikan yang akan menyerap tenaga kerja dan menggairahkan kegiatan masyarakat.
“Nanti ujung-ujungnya adalah mensejahterahkan masyarakat dengan pertumbuhan yang lebih baik. Jadi kita harus mengubah haluan, apa yang kita alami sekarang adalah sebuah kecelakaan. Pemerintah juga harus turun tangan untuk menyelamatkan pasar agar kemiskinan tidak merajalela di mana-mana,” pungkasnya.##
*Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.