Tata Kelola Singkong di Provinsi Lampung Untuk Keadilan Ekonomi dan Daya Saing Daerah

Kamis, 24 April 2025 | 14:58 WIB

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Oleh: Nurullia Febriati, S.Pt., M.Si, Dosen Fakultas Pertanian Universitas Lampung

Provinsi Lampung merupakan salah satu lumbung pangan nasional yang memiliki kontribusi signifikan dalam produksi singkong (ubi kayu). Berdasarkan data Badan Pusat Statistik, Lampung secara konsisten menempati posisi teratas sebagai penghasil singkong terbesar di Indonesia. Luas lahan yang ditanami singkong mencapai ratusan ribu hektare, tersebar di berbagai kabupaten seperti Lampung Tengah, Lampung Selatan, Tulang Bawang, dan Way Kanan. Namun demikian, di tengah capaian tersebut, kondisi petani singkong justru masih berada dalam situasi yang memprihatinkan. Banyak dari mereka hidup dalam garis kemiskinan, terjebak dalam praktik jual beli yang tidak adil, dan tidak memiliki kepastian harga maupun perlindungan usaha.

Ironisnya, kejayaan produksi tidak linear dengan kesejahteraan pelaku utamanya, yakni petani. Petani singkong di Lampung masih menghadapi persoalan klasik yang terus berulang: harga jual yang fluktuatif, ketergantungan terhadap tengkulak, dan lemahnya akses terhadap pasar serta permodalan. Dalam situasi tertentu, harga singkong bisa jatuh di bawah biaya produksi, memaksa petani untuk menjual dengan kerugian. Absennya lembaga penyangga harga atau intervensi pasar dari pemerintah menyebabkan posisi tawar petani sangat lemah. Mereka tidak memiliki banyak pilihan selain menjual hasil panennya kepada pembeli yang ada, yang sering kali mematok harga sepihak.

Masalah lain yang tidak kalah krusial adalah minimnya industrialisasi dan hilirisasi produk singkong di tingkat lokal. Sebagian besar hasil produksi singkong Lampung hanya diproses menjadi tapioka mentah yang kemudian dikirim ke luar daerah atau diekspor ke luar negeri. Padahal, potensi pengembangan produk turunan singkong sangat besar, seperti menjadi bioetanol, glukosa cair, tepung modifikasi, bahan kosmetik, bahkan bioplastik yang ramah lingkungan. Sayangnya, belum ada keberpihakan nyata dari pemerintah daerah untuk menciptakan kawasan industri olahan singkong terpadu yang mampu menyerap produksi lokal dan memberikan nilai tambah bagi daerah serta masyarakat.

Baca Juga:  Gaji dan TPP ke-13 ASN Lampung Senilai Rp118,7 Miliar Mulai Dicairkan

Tata kelola komoditas singkong di Lampung masih bersifat parsial dan tidak terintegrasi. Pemerintah lebih berperan sebagai fasilitator administratif semata tanpa strategi jangka panjang yang komprehensif. Di sisi lain, petani berjalan sendiri tanpa dukungan kelembagaan yang kuat, sementara pihak industri bergerak dengan logika pasar yang menempatkan efisiensi dan keuntungan sebagai pertimbangan utama. Akibatnya, relasi antara petani dan industri kerap tidak seimbang dan memunculkan eksploitasi terselubung dalam mekanisme jual beli hasil panen.

Untuk membenahi persoalan tersebut, diperlukan langkah-langkah strategis dan terstruktur. Pertama, pemerintah provinsi harus menginisiasi pembentukan kemitraan berkeadilan antara petani, koperasi, dan industri. Kontrak kerja sama harus dibangun dengan prinsip transparansi, pembagian keuntungan yang adil, dan adanya jaminan harga minimum. Hal ini penting agar petani tidak terus-menerus berada dalam posisi dirugikan. Kedua, peran koperasi tani perlu direvitalisasi. Koperasi bukan hanya sebagai lembaga ekonomi, tetapi juga sebagai penyangga harga, penyedia modal usaha, dan pusat distribusi yang memotong ketergantungan petani terhadap tengkulak.

Ketiga, pemerintah harus serius membangun ekosistem hilirisasi industri singkong. Ini tidak bisa hanya dilakukan oleh swasta, tetapi perlu dukungan infrastruktur, insentif fiskal, serta kepastian regulasi dari pemerintah daerah. Kawasan industri agro berbasis singkong seharusnya menjadi prioritas dalam pembangunan daerah, mengingat besarnya potensi yang bisa dikembangkan. Keempat, perlu ada perlindungan terhadap lahan pertanian singkong agar tidak terus-menerus tergerus oleh alih fungsi lahan menjadi kawasan pemukiman atau perkebunan komersial. Zonasi wilayah dan penguatan regulasi tata ruang menjadi penting untuk menjamin keberlanjutan komoditas ini dalam jangka panjang.

Baca Juga:  2 Ribuan Penjamah Makanan SPPG dilatih, Tingkatkan Kualitas MBG

Selanjutnya, digitalisasi dan pendataan yang akurat tentang produksi, harga, dan rantai distribusi singkong juga menjadi kebutuhan mendesak. Selama ini, minimnya data menyebabkan kebijakan yang dibuat tidak tepat sasaran. Pemerintah perlu membangun sistem informasi berbasis digital yang terintegrasi antara petani, koperasi, industri, dan pemangku kepentingan lainnya. Transparansi data akan mendorong efisiensi dan mengurangi praktik manipulatif dalam rantai pasok.

Di tengah tantangan global dan perubahan iklim, komoditas singkong memiliki keunggulan karena tahan terhadap kekeringan dan bisa menjadi bahan baku energi terbarukan. Lampung seharusnya tidak hanya bangga sebagai produsen, tetapi juga menjadi pelopor dalam inovasi dan keberlanjutan agroindustri singkong. Namun, ini hanya bisa tercapai jika ada politik keberpihakan dari pemerintah yang berpihak pada petani dan keadilan ekonomi.

Singkong tidak boleh lagi dilihat sebagai “tanaman rakyat” yang identik dengan kemiskinan. Singkong adalah komoditas strategis yang jika dikelola dengan serius, dapat menjadi sumber daya unggulan daerah, menciptakan lapangan kerja, meningkatkan PAD, dan mengangkat harkat petani kecil di pedesaan. Tata kelola yang adil, terencana, dan berorientasi masa depan adalah kunci agar Lampung tidak hanya menjadi penghasil, tetapi juga pengendali nilai ekonomi dari komoditas singkong di kancah nasional maupun global.


Penulis : Nurullia Febriati


Editor : Ahmad Novriwan

Temukan berita-berita menarik Lintas Lampung di Google News
*Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

Berita Terkait

Ditjen Bina Keuda Raih Penghargaan Pengelolaan Keuangan dan Anggaran
Perkuat Tata Kelola Pemerintahan, Pemprov dan Kejati Lampung Jalin Kerja Sama Strategis
KPH Sungai Buaya dan BKSDA Lampung Pasang Perangkap Harimau di Kawasan Register 45
Penyerahan SK Jadi Moment Bagi Pegawai Bank Tawarkan Pinjaman
Rektor UIN RIL Lantik Dua Dekan Fakultas Baru dan Ketua LPM, Tekankan Inovasi Akademik dan Ciptakan Suasana Kondusif
Hetifah: Kepemimpinan Sekolah Kunci Pendidikan Bermutu, 50.971 Posisi Kepala Sekolah Masih Kosong
DPD RI dan Senat Spanyol Bahas Kerja Sama Investasi hingga Forum Senat ASEAN 
Libur Sekolah Picu Mobilitas, Pemprov Lampung Ikuti Rakor Inflasi dan Sosialisasi SE Menparekraf

Berita Terkait

Selasa, 24 Juni 2025 - 13:50 WIB

Ditjen Bina Keuda Raih Penghargaan Pengelolaan Keuangan dan Anggaran

Selasa, 24 Juni 2025 - 13:46 WIB

Perkuat Tata Kelola Pemerintahan, Pemprov dan Kejati Lampung Jalin Kerja Sama Strategis

Selasa, 24 Juni 2025 - 13:42 WIB

KPH Sungai Buaya dan BKSDA Lampung Pasang Perangkap Harimau di Kawasan Register 45

Selasa, 24 Juni 2025 - 13:38 WIB

Penyerahan SK Jadi Moment Bagi Pegawai Bank Tawarkan Pinjaman

Selasa, 24 Juni 2025 - 10:09 WIB

Rektor UIN RIL Lantik Dua Dekan Fakultas Baru dan Ketua LPM, Tekankan Inovasi Akademik dan Ciptakan Suasana Kondusif

Berita Terbaru

#indonesiaswasembada

Ditjen Bina Keuda Raih Penghargaan Pengelolaan Keuangan dan Anggaran

Selasa, 24 Jun 2025 - 13:50 WIB

#indonesiaswasembada

Penyerahan SK Jadi Moment Bagi Pegawai Bank Tawarkan Pinjaman

Selasa, 24 Jun 2025 - 13:38 WIB