WAKIL Presiden Gibran Rakabuming Raka untuk memberikan sambutan formal pada pembukaan MTQ VII KORPRI dan Rembuk Tani di Semarang baru-baru ini menarik perhatian publik. Gibran memilih peran melakukan perubahan ketimbang retorika.
Sikap ini, yang tampaknya keluar dari kebiasaan diplomasi dan protokol formal, mencerminkan sebuah pendekatan baru dalam menjalankan peran wakil Presiden.
Langkah tersebut memunculkan berbagai sudut pandang, mulai dari fungsinya sebagai pengganti presiden dalam acara kenegaraan hingga gaya kepemimpinan yang lebih mengedepankan tindakan daripada retorika.
Dengan mengedepankan tindakan nyata, Gibran memberikan pesan bahwa esensi kepemimpinan tidak hanya terletak pada kata-kata, tetapi juga pada aksi yang membawa perubahan.
Jika diterapkan secara konsisten, gaya ini berpotensi memperkuat legitimasi pemerintah dalam memenuhi harapan rakyat. Di tengah dinamika politik dan birokrasi, pendekatan ini menjadi angin segar yang membawa makna baru dalam diplomasi kenegaraan di Indonesia.
Wakil Presiden tidak hanya simbol, tetapi aktor perubahan yang langsung menyentuh kebutuhan masyarakat. Sebagai pendamping kepala negara, wakil presiden sering kali bertindak sebagai pengganti presiden dalam acara-acara tertentu.
Dalam konteks ini, Wakil Presiden Gibran memiliki tanggung jawab simbolis dan substantif untuk merepresentasikan pemerintah pusat. Kehadirannya seharusnya mencerminkan komitmen negara terhadap acara tersebut, termasuk memberikan sambutan yang menginspirasi dan mengarahkan jalannya kegiatan.
Namun, absennya sambutan tidak serta-merta berarti pengabaian fungsi. Fokus pada tindakan langsung, seperti peninjauan stan Rembuk Tani dan penyampaian solusi konkret untuk distribusi pupuk bersubsidi, menunjukkan gaya kepemimpinan yang lebih pragmatis.
Perbandingan dengan kepala negara lain, Secara internasional, kepala negara atau wakil kepala negara umumnya memberikan sambutan dalam kunjungan resmi.
Misalnya, Perdana Menteri Kanada Justin Trudeau atau Presiden Prancis Emmanuel Macron selalu memanfaatkan platform semacam itu untuk memperkuat pesan kenegaraan.
Namun, ada juga pengecualian, seperti saat Kanselir Jerman Angela Merkel di masa jabatannya memilih menghadiri forum tanpa memberikan pidato, tetapi lebih fokus pada diskusi teknis dan dialog langsung dengan peserta.
Pendekatan ini menunjukkan bahwa pengaruh tidak selalu terletak pada kata-kata, melainkan pada tindakan nyata yang diambil. Di tengah dinamika politik dan birokrasi, pendekatan ini menjadi angin segar yang membawa makna baru dalam diplomasi kenegaraan di Indonesia. Wakil Presiden tidak hanya simbol, tetapi aktor perubahan yang langsung menyentuh kebutuhan masyarakat.##
Penulis : Anis
Editor : Nara J Afkar
Sumber Berita : UIN Raden Intan
*Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.