Jakarta – Anggota Badan Legislasi (Baleg) DPR RI Andi Yuliana Paris mendorong agar ketentuan mengenai pekerja rumah tangga (PRT) yang direkrut oleh agen penyalur, masuk dalam substansi Rancangan Undang-Undang Pelindungan Pekerja Rumah Tangga (RUU PPRT). Menurutnya, penyiksaan terhadap PRT tak jarang sudah terjadi sejak mereka berada dalam pengasuhan agen.
Hal itu disampaikannya dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) Baleg DPR RI dengan Pujiyono Suwadi (Dosen FH UNS), Sri Wiyanti Eddyono (Dosen Departemen Kriminologi FH UGM), Vivi Alatas (Direktur International Labour Organization (ILO) Indonesia) dalam rangka penyusunan RUU tentang Pelindungan Pekerja Rumah Tangga (PPRT) di Jakarta, Kamis (22/5/2025)
“Justru saat mereka masih di bawah asuhan agen, penyiksaan itu sudah terjadi. Mereka tinggal seperti ikan asin, makan tidak cukup, tidur berdempet-dempet, bahkan hanya dibatasi dinding seng,” ungkap Andi.
Ia menilai, selama ini perhatian dalam penyusunan regulasi lebih banyak diarahkan pada relasi kerja antara PRT dan pemberi kerja di rumah tangga. Padahal, menurutnya, perlakuan tidak manusiawi kerap terjadi jauh sebelum PRT bekerja secara formal. Oleh sebab itu, menurutnya, RUU PPRT perlu mengatur secara khusus kondisi dan perlindungan terhadap PRT yang masih berada dalam pengasuhan agen penyalur.
“RUU ini harus mulai mengatur masa ketika mereka dalam asuhan agen. Jangan sampai kekerasan itu justru tidak tersentuh regulasi karena terjadi sebelum PRT bekerja secara resmi,” tegasnya.
Selain itu, Andi juga menyoroti tantangan dalam pengaturan jam kerja PRT yang menurutnya tidak bisa disamakan dengan pekerja sektor formal. Aktivitas PRT sangat bergantung pada kehadiran majikan di rumah, sehingga penghitungan jam kerja perlu dikaji secara kontekstual agar tidak menimbulkan ketidakadilan bagi kedua belah pihak.
Lebih lanjut, ia mendorong agar RUU juga mempertimbangkan kualifikasi dan profesionalitas PRT, termasuk pelatihan dalam penggunaan alat rumah tangga. “Jika kita ingin menetapkan standar gaji, maka pelatihan dan kualifikasi harus menjadi bagian dari sistem,” tambah Politisi Fraksi PAN ini.
Di sisi lain, Andi juga menyinggung pentingnya menyediakan akses pelaporan yang aman bagi PRT, terutama mereka yang mengalami kekerasan tetapi tidak memiliki keberanian atau kemampuan untuk melapor sendiri. Ia mengusulkan agar pihak ketiga seperti lembaga atau individu yang berwenang dapat mewakili korban dalam proses pelaporan.
“Siapa yang bisa berhak mengadu atas nama mereka jika mereka tidak mampu? Ini juga perlu diatur agar tidak ada korban yang tak terdengar,” pungkasnya. (hal/rdn)
Penulis : Heri Suroyo
Editor : Hadi
Sumber Berita : DPR RI
*Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.