BANDARLAMPUNG — Praktisi hukum Yogie Saputra P. Jismawi S.H. angkat bicara terkait pemberitaan mengenai dugaan diskriminasi pelayanan medis di RSUD Abdul Moeloek. Ia mengingatkan bahwa isu tersebut perlu dilihat secara lebih menyeluruh agar tidak menimbulkan persepsi keliru di tengah masyarakat.
Menurut Yogie, tidak semua perbedaan jadwal tindakan medis dapat langsung dikategorikan sebagai bentuk diskriminasi. “Dalam rumah sakit rujukan seperti RSUD Abdul Moeloek, penentuan jadwal operasi tidak ditentukan oleh status BPJS atau pasien umum, melainkan oleh prioritas medis, kondisi kesehatan pasien, hingga ketersediaan dokter spesialis,” ujarnya,Ia menegaskan bahwa banyak faktor teknis maupun medis yang memang tidak bisa disamaratakan, minggu (23/2025).
Yogie juga menanggapi informasi yang beredar terkait penundaan operasi karena alasan menstruasi dan adanya parade operasi. Menurutnya, hal itu merupakan bagian dari pertimbangan medis dan administratif yang lazim dilakukan demi keamanan pasien. “Kondisi kesehatan tertentu memang dapat menjadi alasan penjadwalan ulang. Ini bukan perlakuan khusus maupun pembeda kelas layanan,” jelasnya.
Selain itu, ia mengingatkan bahwa RSUD Abdul Moeloek sebagai rumah sakit pemerintah memiliki kewajiban hukum menerapkan prinsip non-diskriminasi. “Jika benar ada kebijakan yang membedakan layanan berdasarkan status kepesertaan BPJS, hal tersebut tentu mudah diuji secara hukum maupun etika pelayanan publik. Hingga kini belum ada bukti yang menunjukkan adanya perlakuan berbeda secara sengaja,” tambahnya.
Yogie menilai bahwa persepsi publik sering kali dipengaruhi oleh lamanya antrean atau padatnya jadwal tindakan medis, yang sebenarnya lebih berkaitan dengan tingginya jumlah pasien serta keterbatasan tenaga medis. “Masyarakat perlu berhati-hati dalam menilai. Tidak semua ketidakpuasan berarti diskriminasi,” katanya.
Ia mendorong setiap pihak yang merasa dirugikan untuk memanfaatkan kanal pengaduan resmi agar penyelesaian dapat dilakukan secara profesional. “RSUD Abdul Moeloek telah menyediakan berbagai saluran aduan, seperti SPAN Lapor, Lampung In, layanan WhatsApp quick response, email, kotak saran, hingga pengaduan langsung di layanan admisi di samping IGD,” tegasnya.
Yogie menutup dengan menyatakan bahwa kesimpulan mengenai adanya diskriminasi masih terlalu prematur. Ia meminta pemberitaan mengenai isu ini dilakukan dengan pendalaman yang memadai agar tidak menimbulkan stigma negatif terhadap layanan kesehatan yang menjadi tumpuan masyarakat luas. (rls)
Penulis : Desty
Editor : Hadi
Sumber Berita : Bandar Lampung
*Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.















