Catatan: Doel Remos
BELUM bisa dapat dijadikan patokan. Tapi menarik untuk disimak obrolan pagi tadi antara Doel Remos, Tukang Parkir, Tukang Jual Kerupuk Udang Labuhan Maringgai dan seorang pensiunan BUMN tepatnya pensiunan PUSRI di Palembang Sumatera Selatan.
Dari soal harga beras yang melonjak tinggi. Dari harga Rp 10 ribu/kh hingga dalam tempo yang tidak lama, sekarang per Seftember 2023 mencapai harga Rp 15 ribu/kg. Kesimpulannya sangat memberatkan!.
Soal lain yang juga menjadi debat asyik adalah aoal kenaikan harga BBM yang terua menerus. Namun dalam kenaikan ini, media tidak pernah ada yang menanyangkan adegan nangis terisak-isak nya Hasto (Sekjen PDIP), ibu Puan dan Mega. Pertanyaannya kok gak ada. Mudah-mudahan belum lah. Pak Hasto cs sedang mempersiapkan adegan nangis pada waktu yang tepat.
Mudah-mudahan topik yang sama (soal BBM) tidak pada topik yang berbeda. Meski peserta diskusi pagi tadi tak yakin akan ada adegan itu berulang di era Presiden Joko Widodo.
Yang melegakan pada diskusi tadi adalah sepakat untuk mempertahankan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Bantuan Langsung Tunai (BLT) era Pak SBY harus tetap ada. Untuk modal rakyat jelata agar bertenaga. Karena model ini sedikit menghibur rakyat miskin-meski model BLT ini sempat di tolak Mr Presiden.
Diskusi terakhir adalah soal siapa jasi presiden. Ganjar? Prabowo? Anies kah? Yang bakal menggantikan Presiden Joko Widodo. Mudah dan tak sulit membaca arah para peserta diskusi pinggiran ini. Siapa yang akan dipilih. Namun susah pula diungkap. Karena baik tukang kerupuk, tukang parkir, pensiunan BUMN ini sepakat, pilihan menjadi hak masing-masing.
Yang menarik untuk dicatat, ada sedikit kesimpulan yang menarik untuk si undwrline. Dua diantaranya sepakat mengambil semua yang diberikan (uang dan barang) semua capres dan cawapres, juga peserta pileg DPRD Kota Kabupaten dan Provinsi, DPR RI dan DPD RI. Soal pilihan, menjadi hak mereka untuk menentukan. Satu lagi abstein. Dan satu lagi akan menentukan siapa yang paling besar dan banyak memberi. Itulah yang akan dipilih.
Belum bisa dijadikan patokan! Tapi kalau saya boleh berpendapat, demokrasi di tingkat pasar tempel sudah begitu maju. Tapi mereka tak ingin mendebatkannya seperti ada yang di tv-tv. Karena peserta diskusi fokus pada bagaimana meniti buih di tengah kehidupan yang makin berat. Minggu (17/9) di Pasar Tempel Kemiling Bandarlampung.
*Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.