Kriteria Penceramah Radikal Versi BNPT Tendensius dan Tidak Adil

Kamis, 10 Maret 2022 - 20:29 WIB

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Laporan : Heri Suroyo
JAKARTA – Wakil Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Dr. H. M Hidayat Nur Wahid, MA mengkritisi kriteria penceramah radikal yang dikeluarkan oleh Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT).

Kritik disampaikan Hidayat Nur Wahid karena kriteria penceramah radikal yang dikeluarkan BNPT dinilai tendensius. Dan membiarkan radikalisme yang lain atau malah menambah kegaduhan, tidak menyelesaikan masalah dan akar masalah dari radikalisme.

Karenanya, HNW sapaan akrab Hidayat Nur Wahid mendukung sikap Muhammadiyah, Majelis Ulama Indonesia (MUI) dan Aktivis HAM yang mengkritik kriteria penceramah radikal oleh BNPT.

Apalagi kriteria tersebut ditetapkan secara sepihak, tendensius dan tidak adil. Kriteria itu hanya menyasar kelompok Penceramah beragama Islam, tidak menyentuh radikalisme lain yang juga terjadi di wilayah NKRI.

Antara lain dalam bentuk komunisme, atheisme, maupun separatisme yang bertentangan dengan Pancasila. Dan dilarang oleh hukum yang berlaku di Indonesia. Apalagi kriteria itu juga menyasar Penceramah dengan sikap kritis dan korektif kepada Pemerintah.

“Kriteria mengatasi radikalisme itu mestinya sesuai dengan Pancasila yang final pada 18 Agustus 1945, dan UUD NRI yang mengakui juga menghormati Agama, Persatuan Indonesia, serta hak asasi manusia (HAM)”ujarnya melalui siaran pers di Jakarta, Kamis (10/3)

Pasalnya, lanjut HNW, bila tidak konsisten, sesuai dengan Pancasila dan UUD NRI 1945, maka kriteria itu malah menambah masalah. Antara lain, timbulnya rasa diberlakukan tidak adil.

Karena di pihak lain membiarkan terus terjadinya radikalisme melalui ceramah maupun kegiatan yang lain oleh mereka yang anti agama.

Baca Juga:  Catatan Dari Temu Kiyai Samsudin, Pj Gubernur Lampung; Visi (Harus) Sama Melihat Lampung!

Seperti kelompok atheis maupun komunis yang tidak sesuai dengan sila pertama Pancasila dan Pasal 29 ayat (1) UUD NRI 1945, yang ditengarai semakin marak laku maupun pernyataan yang dinilai sebagai menodai Agama, ajarannya, simbol maupun tokoh agama.

Juga ceramah dari tokoh agama yang mendukung gerakan separatis di Papua sehingga bertentangan dengan Pancasila sila ketiga maupun Pasal 1 ayat (1) dan Pasal 37 ayat (5) UUD NRI 1945.

Padahal korban dari kelompok OPM ini terus berjatuhan. Selain TNI, Polri juga masyarakat sipil bahkan Nakes. Dan oleh Menkopolhukam gerakan separatis KKB OPM disebut sebagai kelompok yang lebih berbahaya dari radikalisme. Tetapi, kriteria-kriteria versi BNPT samasekali tidak membahas masalah radikalisme dari dua jenis ini.

Kriteria-kriteria BNPB mengatasi radikalisme, kata HNW mestinya juga tidak mematikan demokrasi dan pelaksanaan HAM dalam bentuk kritik konstruktif terhadap Pemerintah yang sah.

Karena yang demikian itu adalah dilindungi oleh UUD serta hukum dan merupakan praktek yang lazim di negara demokrasi di seluruh dunia.

Kritik dan koreksi dari Penceramah di negara demokrasi, yang mengakui hukum dan HAM, mestinya diposisikan sebagai bagian dari pelaksanaan Pancasila dan konstitusi, serta bukti demokrasi yang hidup sebagai kontrol dan kritik terhadap pemerintah.

Dengan kriteria pasal karet ala BNPT, tersebut menurut HNW bisa-bisa di lapangan yang dipraktekkan justru represi. Setiap kritik dari penceramah akan dimasukkan pada kriteria membenci Pemerintah atau tidak mempercayai Pemerintah.

Tergolong dalam kriteria radikalisme ala BNPT, sehingga kritik dan penceramah akan terbungkam dengan label penceramah radikal.

Baca Juga:  Jelang Peresmian Sekretariat dan Lapangan Tembak, Pengurus Perbakin Mesuji Sowan ke Provinsi

Maka wajar bila kriteria-kriteria penceramah radikal itu ditolak oleh banyak pihak. Sekretaris Jenderal PP Muhammadiyah Abdul Mu’ti menyebutnya hanya “untuk membuat kontroversi” dan “membuat gaduh”.

Sedangkan, Sekretaris Jenderal MUI KH Amirsyah Tambunan mengkritik keras dan menyebut kriteria penceramah radikal ala BNPT itu sebagai blunder.

Bahkan, organisasi pegiat hukum dan hak asasi manusia menyamakan model stempel radikal ini dengan apa yang digunakan oleh orde baru dalam membungkam demokrasi. Komisi III DPR juga mengkritisi dengan menyebutnya sebagai pendiskreditan terhadap Umat Islam.

Sikap BNPT, kata HNW mestinya berbasis kajian komprehensif dan bertanggung jawab. Dengan terlebih dahulu mengkaji secara mendalam dengan lembaga-lembaga yang otoritatif seperti DPR, MUI, Muhammadiyah, NU serta Ormas-Ormas Keagamaan lainnya.

“Sehingga terhindar dari menggunakan kriteria tendensius dan pasal karet yang berpotensi menciptakan radikalisme dan ketidakadilan dalam penanganan radikalisme. Serta kegaduhan akibat multitafsir di masyarakat, hal yang tidak kondusif untuk menguatkan Persatuan Indonesia, karena adanya ketidakadilan, serta telah mengkotak-kotakan dan menghadirkan sikap saling curiga diantara sesama anak bangsa sebagai penceramah radikal dan penceramah non radikal. Sementara penceramah dari kelompok radikal yang bertentangan dengan Pancasila yaitu anti Agama maupun pendukung separatisme malah tidak disentuh samasekali. Apalagi dengan beredarnya daftar nama-nama penceramah Muslim yang dimasukkan dalam daftar Penceramah Radikal,” pungkasnya. ##

Temukan berita-berita menarik Lintas Lampung di Google News
*Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

Berita Terkait

Wamenperin : Antisipasi PHK Masal Perlu Pelaku Usaha Diberi Insentif
Kembali Gelar UMKM Fest, Bukti Nyata Kepedulian KWP Terhadap UMKM
United Tractors Gelar Workshop Jurnalisme Damai
“Santri Adalah Generasi Penerus Perjuangan Ulama”
Presiden Prabowo Melantik Kepala Badan dan Utusan Khusus Presiden
Pj. Gubernur Lampung Pimpin Upacara Hari Santri 2024, Tegaskan Peran Santri dalam Meraih Masa Depan Bangsa
Pemprov Lampung Ikuti Rapat Koordinasi Pengendalian Inflasi
Sehari Prabowo Dilantik, Bakamla RI Usir Kapal China Coast Guard di Laut Natuna Utara

Berita Terkait

Rabu, 23 Oktober 2024 - 14:52 WIB

Wamenperin : Antisipasi PHK Masal Perlu Pelaku Usaha Diberi Insentif

Rabu, 23 Oktober 2024 - 10:17 WIB

Kembali Gelar UMKM Fest, Bukti Nyata Kepedulian KWP Terhadap UMKM

Rabu, 23 Oktober 2024 - 10:01 WIB

United Tractors Gelar Workshop Jurnalisme Damai

Selasa, 22 Oktober 2024 - 14:39 WIB

“Santri Adalah Generasi Penerus Perjuangan Ulama”

Selasa, 22 Oktober 2024 - 11:13 WIB

Presiden Prabowo Melantik Kepala Badan dan Utusan Khusus Presiden

Selasa, 22 Oktober 2024 - 11:04 WIB

Pemprov Lampung Ikuti Rapat Koordinasi Pengendalian Inflasi

Selasa, 22 Oktober 2024 - 08:17 WIB

Sehari Prabowo Dilantik, Bakamla RI Usir Kapal China Coast Guard di Laut Natuna Utara

Selasa, 22 Oktober 2024 - 05:06 WIB

Jalan Rusak, Warga Pinang Jaya Ngadu Ke Reihana – Aryodhia

Berita Terbaru

Berita Utama

Kembali Gelar UMKM Fest, Bukti Nyata Kepedulian KWP Terhadap UMKM

Rabu, 23 Okt 2024 - 10:17 WIB

Berita Utama

United Tractors Gelar Workshop Jurnalisme Damai

Rabu, 23 Okt 2024 - 10:01 WIB

Bandar Lampung

“Santri Adalah Generasi Penerus Perjuangan Ulama”

Selasa, 22 Okt 2024 - 14:39 WIB

Berita Utama

Presiden Prabowo Melantik Kepala Badan dan Utusan Khusus Presiden

Selasa, 22 Okt 2024 - 11:13 WIB