Laporan : Anis
BANDAR LAMPUNG – Ditengah kondisi sulit dan ditambah belum berakhirnya pandemi hari ini pemerintah seharusnya hadir sebagai solusi bukan justru menjadi sumber kegaduhan yang memicu permasalahan baru ditengah masyarakat. Kegaduhan terbaru adalah dengan wacana kenaikan harga BBM.
Ketua Kebijakan Publik KAMMI Bandar Lampung, Andri Efendi, Kamis, (31/3), mengatakan, dengan munculnya wacana kenaikan harga BBM terutama pertamax dari kisaran 9.000 diperkirakan akan naik diangka kisaran 16.000 awal april bulan depan jelas itu langkah yang tidak tepat dan justru kontradiksi dengan semangat pemerintah untuk mengembalikan stabilitas perekonomian dimasa pandemi hari ini.
Beberapa waktu yang lalu kami di pengurus kesatuan aksi mahasiswa muslim Indonesia (KAMMI) bidang kebijakan publik cabang Bandar Lampung juga pernah mengadakan diskusi dengan mengundang para pakar hukum dan pengamat energi nasional terkait isu yang sama tentang wacana pemerintah menghapuskan premium dan pertalite ditengah masyarakat.
“Kita sama-sama tau kondisi pandemi hari ini cukup memukul sektor perekonomian nasional, bagaimana tidak diawal 2020 ketika pandemi melanda Indeks ekonomi nasional terjadi penurunan diangka 2,07% yang tentu ini harus menjadi perenungan pemerintah dalam mengeluarkan setiap kebijkan,” tegas Andri.
Wacana kenaikan BBM ini jelas berpotensi akan berdampak pada semua sektor-sektor perekonomian, mulai dari harga-harga akan semakin mahal, daya beli masyarakat menurun dan para pelaku UMKM akan semakin terpukul sehingga berpotensi akan semakin membuat perputaran stabilitas ekonomi nasional semakin terpuruk.
Penetapan pertalite sebagai bahan bakar subsidipun atau jenis bahan bakar minyak khusus berpotensi membebani masyarakat. Jika pasokan pertalite berkurang atau bahkan hilang di pasaran, masyarakat akan menanggung akibatnya.
Penetapan hal tersebut (pertalite sebagai BBM bersubsidi) jangan dianggap kabar gembira oleh masyakarat, karena pertalite tidak menutup kemungkinan akan bernasib sama seperti premium yang hari ini sudah sangat sulit kita temukan seolah tiba-tiba hilang dipasaran.
Sehingga besar kemungkinan pola yang sama terjadi terhadap premium itu rentan terulang di pertalite. Meskipun harganya murah, seiring dengan kenaikan harga minyak dunia, pertalite berpotensi menjadi langka dan akhirnya publik terpaksa membeli BBM dengan harga yang lebih mahal seperti pertamax walaupun harga sudah mencapai 16.000.
“Saya menilai bahwa masyarakat menghadapi kondisi yang akan semakin sulit menjelang Ramadan pada 2022 ini jika wacana ini benar terjadi, karena selain kenaikan harga BBM rakyat juga menghadapi kenaikan tarif pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 11 persen belum lagi kita sempat dihebohkan kelangkaan minyak goreng secara nasional sedangkan negara kita sebagai penghasil minyak goreng terbesar di dunia,” ujarnya.
Tentu hal tersebut hanya akan menambah daftar masalah baru ditengah masyarakat, setelah mahal dan langkanya minyak goreng, serta adanya potensi kenaikan harga gula pasir dan daging juga saat bulan puasa nanti.
“Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) di pusat sana haruslah betul-betul membrikan keputusan yang tepat karena anggota DPR merupakan representasi dari suara-suara rakyat dibawah bukan justru kebijkan yang dikeluarkan kontradiksi dengan kebutuhan rakyat bahkan justru berpotensi membuat sengsara rakyatnya sendiri,” tegas dia.
Sehingga saran terbaik bagi pemerintah kembali mempertimbangkan dalam mengeluarkan setiap kebijkan dan segera atasi masalah-masalah bahan pokok tersebut menjelang ramadhan ini bukan hanya dengan pencitraan, tetapi dengan kebijakan yang nyata kongkret dan jelas. (*)
*Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.