HNW menilai PT sebesar 20% tidak rasional dan tidak berbasiskan kajian akademik yang memadai, terbukti ditolak oleh banyak pihak karena menghambat hak konstitusional rakyat untuk mendapatkan alternatif calon2 Presiden terbaik. PT 20% membonsai hak Partai dan banyak tokoh bangsa yang potensial untuk dimajukan oleh Partai Politik ke gelanggang Pilpres.
“Sehingga, Rakyat sebagai pemilik kedaulatan tidak mempunyai banyak alternatif karena masyarakat hanya disodorkan calon yang sangat terbatas. Apalagi PT 20% itu telah 2 kali dipraktekkan dan menghadirkan pembelahan di tengah Rakyat dan penolakan yang luas dari Masyarakat,” jelasnya.
HNW mengakui UUD NRI 1945 yang merupakan norma dasar bangsa Indonesia tidak memberikan kebebasan sepenuhnya dengan menyebut aturan lanjutan dalam UU. Dan UU membuat pembatasan yang sudah berlaku tapi tidak menimbulkan penolakan.
”UU melakukan pembatasan, misalnya adanya ketentuan parliamentary threshold serta syarat Partai bisa ikut Pemilu. Bahkan untuk Pemilihan Presiden tahun 2004 dan 2009 juga ada PT tapi hanya 15%. Itu semua sudah berlaku dan tidak mendapatkan penolakan dari publik. Karena pembatasannya rasional dan tidak ekstrim. Tapi pembatasan yang mendapatkan penolakan dari masyarakat luas adalah PT 20%, karena tidak rasional, dan terbukti menimbulkan keterbelahan di masyarakat. Dan membatasi secara ekstrim calon-calon pemimpin bangsa yang berkuwalitas. Hal yang mestinya dikoreksi, dan tidak malah dilanggengkan,” tukasnya.
HNW khawatir, pembatasan angka threshold yang terlalu ekstrim justru mengurangi prinsip kedaulatan rakyat sebagaimana dijamin oleh Pasal 1 ayat (2) UUD NRI 1945.
1 2 3 Selanjutnya
*Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.
Halaman : 1 2 3 Selanjutnya