Laporan : Vini
PALEMBANG – Siswa kelas 5i Pondok Modern Darussalam Gontor 1 Pusat Ponorogo Jawa Timur tewas pada Senin (22/08) lalu. Saat menerima jenazah putra tercintanya itu, Soimah mengaku tidak terima, dia curiga anaknya jadi korban penganiayaan.
“Saya selaku Umi dari Albar Mahdi siswa kelas 5i Pondok Modern Darussalam Gontor 1 Pusat Ponorogo asal Palembang mohon keadilan kepada semua pihak agar bisa membantu saya, sungguh miris, tragis dan menyakitkan hati saya dan keluarga. Tidak ada kabar sakit atau apapun itu dari anak saya, tiba-tiba dapat kabar dari pengasuhan Gontor 1 telah meninggal dunia pada Senin, 22 Agustus 2022 pukul 10.20. Padahal di surat keterangan yang saya terima putra saya itu meninggal pada pukul 06.45 WIB, ada apa? Rentang waktu itu menjadi pertanyaan keluarga kami,” teriaknya meratap, saat mengadu pada pengacara kondang, Hotman Paris Hutapea, yang tengah berada di Palembang.
Dengan berlinang air mata, ia menceritakan kisah anaknya dikembalikan pihak pesantren dalam keadaan sudah terbungkus kain kafan. “Almarhum tiba di Palembang pada Selasa siang, 23 Agustus 2022 diantar oleh pihak Gontor 1 dipimpin ustadz Agus, itupun saya tidak tahu siapa? Ustadz Agus itu hanya sebagai perwakilan. Di hadapan pelayat yang memenuhi rumah saya, disampaikan kronologi bahwa anak saya terjatuh akibat kelelahan mengikuti Perkemahan Kamis Jumat (Perkajum),” papar Soimah, berurai air mata.
Perempuan itu tidak yakin anaknya meninggal secara wajar, karena sang anak dipercaya sebagai Ketua Perkajum. Dia dan keluarga curiga anaknya tewas secara tidak wajar. “Banyak laporan- laporan dari wali santri lainnya, bahwa kronologi tidak demikian, kami pihak keluarga meminta agar mayat dibuka. Sungguh sebagai ibu saya tidak kuat melihat kondisi mayat anak saya, wajahnya lebam-lebam dan masih ada darah keluar,” tutur perempuan yang sehari-hari bekerja sebagai jurnalis sebuah media di Palembang itu.
“Setelah didesak pihak dari Gontor 1 yang mengantar jenazah, akhirnya mengakui bahwa anak saya meninggal akibat terjadi kekerasan. Saya dan keluarga marah dan menangis sejadinya. Saya pun tidak bisa membendung rasa penyesalan, karena telah menitipkan anak saya di sebuah pondok pesantren yang notabene nomor satu di Indonesia,” ujarnya, penuh isak tangis.
1 2 Selanjutnya
*Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.