Ketua DPR RI ke-20 sekaligus mantan Ketua Komisi III DPR RI bidang Hukum, HAM, dan Keamanan ini menjelaskan, contoh lain MPR dapat mengeluarkan Ketetapan atau TAP MPR adalah Ketetapan MPR No 1/2003 tentang Peninjauan Terhadap Materi dan Status Hukum Ketetapan MPRS dan MPR RI tahun 1960 sampai tahun 2002 yang dikeluarkan pasca reformasi.
Wakil Ketua Umum Partai Golkar sekaligus Kepala Badan Hubungan Penegakan Hukum, Pertahanan dan Keamanan KADIN Indonesia ini menerangkan, selain terkait TAP MPR RI, Prof. Yusril Ihza Mahendra dan Prof.
Jimly Asshiddiqie juga mendukung agar Indonesia memiliki haluan negara, atau yang kini oleh MPR RI diberi nomenklatur Pokok-Pokok Haluan Negara (PPHN). Sebagai pedoman pembangunan nasional yang sesuai dengan perkembangan zaman dalam menghadapi tantangan Revolusi Industri 4.0, Society 5.0, SDGs dan MDGs, serta menyongsong Indonesia Emas 2045. Sekaligus menjamin kesinambungan pembangunan antara pemerintah pusat dan daerah, serta antara daerah yang satu dengan daerah yang lainnya.
“Setelah mengkaji berbagai alternatif payung hukum PPHN, dalam penelitian disertasi ini saya menemukan konsep legislasi bentuk dan dasar hukum PPHN yang paling pragmatis dan progresif dengan pengembangan penerapan teori hukum transformatif dari Prof. Ahmad M Ramly dan Teori Hukum Pembangunan Prof Mochtar Kusumaatmadja. Yaitu dalam bentuk konsensus melalui konvensi ketatanegaraan, yang dituangkan ke dalam TAP MPR dalam bentuk beschikking (tanpa perlu melakukan amandemen konstitusi). Isinya mengamanatkan dibuatnya UU tentang PPHN yang bersifat lex specialis (bersifat khusus). Sehingga untuk merubah atau membatalkannya juga harus melalui konvensi ketatanegaraan kembali yang melibatkan seluruh lembaga tinggi negara yang diatur dalam UUD NRI 1945. Mengapa? Karena jika hanya diatur dengan UU biasa, rawan ‘ditorpedo’ Perppu maupun di judicial review ke Mahkamah Konstitusi,” pungkas Bamsoet. ##
1 2
*Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.
Halaman : 1 2