SUMATERA SELATAN –Di tengah derasnya arus kritik, cemoohan, dan ujaran negatif yang kerap membanjiri ruang publik—baik lewat lisan maupun media sosial—Konferensi Cabang (Konfercab) IV IPPNU Kota Palembang justru menghadirkan suasana yang berbeda. Bertempat di Aula PWNU Sumsel, Senin (22/12/2025), forum kaderisasi pelajar NU ini memilih jalan apresiasi, penghargaan, dan keteladanan. Di antara tokoh yang menaruh perhatian besar terhadap semangat tersebut adalah Ketua PCNU Kota Palembang, Ustadz Dr. Abdul Malik Syafei, MH.
Bagi Ustadz Malik panggilan akrabnya, kegiatan Konfercab IV IPPNU Palembang bukan sekadar agenda organisasi rutin. Lebih dari itu, forum ini menjadi ruang pendidikan karakter bagi generasi muda NU, sekaligus pesan moral di tengah fenomena sosial hari ini yang sarat dengan hujatan dan penghakiman.
Dalam pandangan Ustadz Malik, apa yang dilakukan IPNU-IPPNU Palembang melalui pemberian Award IPNU-IPPNU Palembang merupakan langkah yang patut diapresiasi. Menurutnya, budaya memberi penghargaan jauh lebih mendidik dibandingkan budaya mencela.
“Hari ini kita hidup di zaman ketika orang sangat mudah mencemooh, baik lewat lisan maupun media sosial. Padahal, menghargai dan mengapresiasi itu jauh lebih mulia dan menenangkan,” ungkapnya dalam suasana Konfercab IV.
Ia menegaskan bahwa Islam sangat menjaga etika lisan. Bahkan, dalam banyak nasihat ulama disebutkan bahwa banyak manusia tergelincir ke dalam kebinasaan akibat tidak mampu menjaga ucapannya.
“Jangan meremehkan lisan. Banyak orang masuk neraka bukan karena perbuatannya yang besar, tetapi karena lisannya. Karena itu, budaya apresiasi seperti ini penting untuk ditanamkan kepada generasi muda,” ujarnya dengan nada reflektif.
Abdul Malik Syafei dikenal tidak hanya sebagai Ketua PCNU Kota Palembang, tetapi juga sebagai pengasuh Pondok Pesantren Minhajul Aulia. Pesantren yang ia dirikan dan bina tersebut menjadi salah satu pusat pendidikan keislaman yang menekankan akhlak, adab, dan keilmuan sebagai fondasi utama santri.
Sebagai ulama dan pendidik, ia melihat IPNU dan IPPNU memiliki peran strategis dalam menyiapkan kader masa depan NU. Karena itu, Konfercab IV menjadi momentum penting untuk melahirkan pemimpin-pemimpin muda yang tidak hanya cerdas secara intelektual, tetapi juga matang secara moral dan spiritual.
“Saya berharap dari Konfercab ini lahir pemimpin IPNU dan IPPNU yang baik, yang mampu menjaga akhlak, menjaga tradisi NU, dan mampu membawa organisasi ini lebih maju,” katanya.
Dalam Konfercab IV IPPNU Kota Palembang, Ustadz Dr. Abdul Malik Syafei, MH juga menerima penghargaan sebagai The Most Inspiring Figure in Loyalty at IPNU IPPNU Palembang City. Award ini diberikan atas dedikasi dan kesetiaannya dalam mendampingi, membina, serta menjaga keberlangsungan gerakan pelajar NU di Kota Palembang.
Penghargaan tersebut, menurutnya, bukan semata-mata bentuk penghormatan personal, tetapi pesan moral bahwa kesetiaan dan konsistensi dalam berkhidmat masih sangat relevan di tengah zaman yang serba instan.
“Kesetiaan dalam berorganisasi itu penting. Tidak semua perjuangan langsung terlihat hasilnya, tetapi kalau dijalani dengan ikhlas dan istiqamah, insya Allah akan memberi manfaat,” tuturnya.
Lebih jauh, Abdul Malik Syafei menilai Konfercab IV IPPNU Palembang telah menjalankan fungsi pendidikan sosial dengan baik. Forum ini tidak hanya membahas laporan pertanggungjawaban dan pemilihan kepengurusan baru, tetapi juga menghadirkan nilai-nilai etika, adab, dan kebersamaan.
Ia menilai pemberian award kepada tokoh-tokoh inspiratif dari berbagai latar belakang—ulama, pemerintah, pemuda, hingga media—merupakan langkah strategis untuk membangun ekosistem gerakan pelajar yang sehat.
“Ini contoh pendidikan yang baik. Ketika ada kebaikan, kita angkat. Ketika ada kontribusi, kita hargai. Bukan malah mencari-cari kesalahan untuk dijatuhkan,” tegasnya.
Sebagai Ketua PCNU Palembang, Ustadz Malik berharap IPNU dan IPPNU tetap menjadi ruang aman bagi pelajar NU untuk belajar, berproses, dan berkhidmat. Ia juga mengingatkan agar kader muda NU tidak terjebak dalam konflik verbal di media sosial yang justru menguras energi dan merusak persaudaraan.
“Gunakan lisan dan media sosial untuk hal-hal yang baik. Untuk dakwah, untuk edukasi, dan untuk persatuan. Jangan sebaliknya,” pesannya. (pp)
Penulis : Desty
Editor : Nara
Sumber Berita : Palembang
*Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.















