Politik Keummatan Harus Bergerak dari Identitas ke Keberpihakan pada Yang Dipinggirkan

Kamis, 16 Februari 2023 | 10:23 WIB

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Laporan : Heri Suroyo

JAKARTA – Data sejak pemilu pertama 1955 hingga pemilu terakhir pada 2019 menunjukkan penurunan agregat suara yang diraih seluruh partai politik Islam. Ini harus menjadi alarm bagi seluruh kekuatan politik keumatan agar energi politik umat Islam yang besar dapat diartikulasikan secara efektif.

Penurunan tersebut disebabkan kelompok politik Islam lebih tertarik pada isu-isu sosial keagamaan sempit, dibanding isu-isu luas, seperti keadilan ekonomi dan pemberdayaan kepada kaum pinggiran.

“Partai politik Islam masih terjebak pada isu-isu keagamaan. Tidak berpihak pada isu-isu kemanusiaan, keadilan dan apalagi keberpihakan kepada wong cilik seperti masalah kemiskinan, pencaplokan tanah petani dan harga gabah,” kata Profesor Siti Zuhro, peneliti senior BRIN, dalam Gelora Talks bertajuk “Menakar Arah Politik Keummatan” pada Pemilu 2024, Rabu (15/2)

Menurut dia, parpol islam seharusnya bisa menjadi rumah besar bagi seluruh umat Islam. Namun, mereka justru lebih memprioritaskan untuk merangkul kelompok Islam tertentu.

Sementara, kelompok Islam pinggiran atau “abangan” yang jumlahnya mayoritas dari jumlah keseluruhan umat Islam yang mencapai 86,7 persen, justru tidak dijangkau karena beda pandangan politik.

“Secara politik mereka menginginkan berdirinya negara Islam, sementara bentuk negara kita adalah Pancasila. Mereka yang tidak sependapat dicap berafilisasi dengan PKI,” katanya.

Siti Zuhro juga mengkritik cara berdakwah parpol Islam yang hanya menyasar kalangan pesantren, santri dan kelompok pengajian, sementara kelompok Islam pinggiran tidak pernah disentuh.

“Kelompok Islam pinggiran atau abangan ini mayoritas buta huruf Al Quran, tidak bisa membaca Al Quran, serta pemahaman keagamaan dan Islamnya masih kurang. Kalau mau berdakwah, seharusnya ke kelompok Islam pinggiran,” katanya.

Baca Juga:  TP PKK Provinsi Lampung Perkuat Pemberdayaan Keluarga Lewat Program Desa TAPIS

Peneliti senior Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) ini menegaskan, tantangan parpol pada Pemilu 2024 akan semakin berat dibandingkan Pemilu 2019 lalu.

“Menurut saya tantangan partai politik Islam, terutama yang baru akan semakin berat dari Pemilu 2019, bisa jadi tidak satu pun partai politik Islam, terutama yang baru lolos ke Senayan. Saya kira ini tantangan buat Partai Gelora,” katanya.

Siti Zuhro berharap agar Partai Gelora menyentuh dan menggarap secara serius kelompok Islam abangan dalam perjuangan politiknya di Pemilu 2024. Sebab, ia memprediksi ada beberapa partai dari sembilan parpol inkumben yang akan terlempar dari Senayan.

“Partai Gelora harus bisa memutus rantai asosiasi dengan partai sebelumnya, termasuk ketokohannya, meski berazaskan Pancasila, bukan agama. Dengan menyentuh kelompok Islam abangan dalam perjuangan politiknya, mudah-mudahan akan lebih eksisting,” tegasnya.

Partainya Wong Cilik

Menanggapi hal ini, Sekretaris Jenderal Partai Gelora Mahfuz Sidik menyadari bahwa sebagian publik masih mempersepsikan Partai Gelora sebagai anak kembar dari partai lama.

Atas dasar hal itu, maka Partai Gelora diberi nama Gelombang Rakyat yang secara semantik atau terminologi sesuai dengan kaidah bahasa Arab dan Indonesia, serta perjalanan sejarah bangsa Indonesia, adalah partainya wong cilik (rakyat).

“Jadi kami sadar kenapa memilih istilah Partai Gelombang Rakyat, yang identik dengan spektrum kiri. Tetapi karena kita ingin mendekonstruksi persepsi-persepsi seperti itu,” kata Mahfuz.

Partai Gelora, partai bernomor urut 7 pada Pemilu 2024, saat ini tengah membangun kerangka berpikir baru mengenai pemaknaan tentang rakyat, yang mengalami penyempitan makna dan dianggap kekiri-kirian.

“Saya kira apa yang ingin ditampilkan Partai Gelora ini tidak terlepas dari pemikiran-pemikiran yang disampaikan Profesor Siti Zuhro. Basis pemikiran Partai Gelora jelas berbeda,” katanya.

Baca Juga:  Maskun Sopwan Pimpin JMSI Jambi 2025–2030

Ia mengatakan, Partai Gelora mengedepankan keberagaman masyarakat Indonesia, selain mengedepankan semangat moderat dalam pemikiran politiknya.

Dengan sifat moderat itu, lanjut Mahfuz, justru bisa mengajak publik untuk lebih religius sesuai dengan keyakinannya masing-masing.

“Agenda-agenda perjuangannya pun lebih kepada agenda kebangsaan, karena kita ingin merangkul seluruh masyarakat atau rakyat Indonesia,” kata Sekjen Partai Gelora ini.

Contoh Wali Songo dan Rasullah SAW

Sementara itu, Wakil Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) KH Marsudi Syuhud menilai ada kesalahan yang dilakukan para pimpinan umat Islam saat ini dalam berdakwah, sehingga mereka kehilangan suaranya dalam setiap pemilu.

“Kalau mau merebut hati umat secara keseluruhan, maka tokoh-tokoh umat Islam harusnya pakai cara Wali Songo yang mau membaur dengan masyarakat kecil. Jangan sampai ikannya banyak, tapi yang kita tebar jaring yang besar-besar matanya, maka tidak akan kena. Tetapi kalau kita pakai jaring kecil, pasti akan ketangkap,” kata Marsudi Syuhud.

Situasi ini, menurut dia, harus dipahami oleh Partai gelora jika ingin memenangi Pemilu 2024, karena masyarakat Indonesia memiliki budaya yang beragam, tidak bisa diseragamkan seperti keinginan kelompok Islam tertentu.

“Budaya di Indonesia ini tidak dipunyai negara lain, karena itu budaya ini harus dibina. Sehingga kepemimpinan nanti ini di 2024, tentang pilihan presiden itu prinsip dasarnya harus sepakat semua atau mendapatkan ridho dari seluruh rakyat,” ujarnya. ##

Temukan berita-berita menarik Lintas Lampung di Google News
*Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

Berita Terkait

Wartawan Gadungan di Tulang Bawang Ditangkap Polda Lampung, Diduga Terlibat Penimbunan BBM Subsidi, Bawa Sajam dan Terlibat Judi Online
Pengukuhan Ketua Umum Persatuan Komunitas Disabilitas Provinsi Lampung Masa Bakti 2025–2030
Inovasi Layanan: Samsat Kota Agung Tanggamus Hadirkan QRIS untuk Wajib Pajak
Jihan Nurlela Nahkodai PKDL, Pemprov Lampung Tegaskan Hak Setara bagi Penyandang Disabilitas
Ketua Senat Serahkan Dokumen Administrasi dan Hasil Pertimbangan Kualitatif Calon Rektor kepada Rektor UIN Raden Intan Lampung
Hadiri Penutupan Pelatihan Pengurus KDMP, Begini Pesan Elfianah
Kapolres Mesuji Pimpin Langsung Giat Beli Humanis, Yang Menyasar Tempat Ibadah 
Senat UIN RIL Gelar Sidang Tertutup, 1 Bakal Calon Rektor Mundur

Berita Terkait

Jumat, 14 November 2025 - 20:13 WIB

Wartawan Gadungan di Tulang Bawang Ditangkap Polda Lampung, Diduga Terlibat Penimbunan BBM Subsidi, Bawa Sajam dan Terlibat Judi Online

Jumat, 14 November 2025 - 18:29 WIB

Pengukuhan Ketua Umum Persatuan Komunitas Disabilitas Provinsi Lampung Masa Bakti 2025–2030

Jumat, 14 November 2025 - 18:23 WIB

Inovasi Layanan: Samsat Kota Agung Tanggamus Hadirkan QRIS untuk Wajib Pajak

Jumat, 14 November 2025 - 18:19 WIB

Jihan Nurlela Nahkodai PKDL, Pemprov Lampung Tegaskan Hak Setara bagi Penyandang Disabilitas

Jumat, 14 November 2025 - 18:15 WIB

Ketua Senat Serahkan Dokumen Administrasi dan Hasil Pertimbangan Kualitatif Calon Rektor kepada Rektor UIN Raden Intan Lampung

Berita Terbaru

#indonesiaswasembada

Inovasi Layanan: Samsat Kota Agung Tanggamus Hadirkan QRIS untuk Wajib Pajak

Jumat, 14 Nov 2025 - 18:23 WIB