“Di sisi lain partai politik perlu menyadari tidak bebas sepenuhnya, tetapi ada aturan yang membatasi. Namun, pembatasan tersebut harusnya proporsional dan tidak ekstrim seperti PT 20%. Ini yang harusnya menjadi rujukan bagi DPR dan Pemerintah untuk memperbaiki UU Pemilu, apalagi dengan adanya semangat baru yang dihadirkan oleh putusan MK yang terakhir itu,” tukasnya.
Oleh karena itu, HNW mengingatkan agar DPR dan Pemerintah memperhatikan masukan-masukan dari masyarakat sebelum merubah UU Pemilu terkait dengan angka PT 20% itu.
“Faktanya ada 67 pihak yang mendaftar sebagai pihak terkait dari permohonan uji materi di MK itu, walaupun disayangkan MK tidak memberikan kesempatan kepada mereka untuk menyampaikan pandangan hukum, tapi itu sudah cukup membuktikan antusiasime masyarakat untuk mendiskusikan dan mengkoreksi PT 20%,” ujarnya.
“Sebaiknya dalam pembahasan revisi UU Pemilu pasca keputusan MK yang terakhir, selain merujuk kepada kajian ilmiah, kanal partisipasi masyarakat perlu dibuka lebih luas oleh DPR dan Pemerintah, agar kedaulatan Rakyat bisa benar-benar dihadirkan. Diharapkan Pilpres bisa lebih bermutu baik dalam proses maupun hasilnya, agar demokrasi dengan Pemilu/pilpres, bisa dipercaya oleh Rakyat sebagai solusi untuk masa depan Indonesia yang lebih baik ; demokratis, bersatu, berdaulat, adil dan makmur, sesuai ketentuan Konstitusi,” pungkasnya.##
*Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.