Oleh: Bagus Eka Saputra
PT SUGAR GROUP COMPANY (SGC) merupakan salah satu perusahaan perkebunan tebu terbesar di Indonesia yang beroperasi di wilayah Lampung. Namun, aktivitas perusahaan tersebut telah menjadi sorotan akibat konflik agraria yang belum kunjung terselesaikan, terutama menyangkut Hak Guna Usaha (HGU) dan dugaan penguasaan tanah yang tidak adil dan melampaui batas izin yang ditetapkan negara.
Kemudian ditambah dengan munculnya kasus dugaan suap dan pencucian uang (TPPU) yang melibatkan petinggi PT SGC dengan pejabat Mahkamah Agung, di mana aliran dana mencapai Rp 50 miliar, seperti yang saat ini sedang ditangani oleh Kejaksaan Agung dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Fakta ini menunjukkan bahwa penguasaan lahan yang bermasalah bukan hanya menyangkut agraria, tapi juga telah menyeret ranah penegakan hukum dan integritas lembaga negara.
Di sisi lain, Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), sebagai lembaga negara yang memiliki kewenangan langsung atas pengawasan dan penataan pertanahan nasional, hingga kini belum menunjukkan upaya yang tegas, transparan, dan berpihak kepada rakyat dalam menyelesaikan persoalan agraria ini. Padahal, keberpihakan negara terhadap rakyat dalam penguasaan dan penggunaan tanah merupakan amanat konstitusi.
Minimnya langkah konkret dari Menteri ATR/BPN menunjukkan kegagalan pemerintah dalam menjamin keadilan akses atas tanah, memperburuk ketimpangan struktur agraria, dan merusak kepercayaan publik terhadap sistem pertanahan nasional. Ketika tanah sebagai sumber kehidupan dikuasai oleh segelintir korporasi dan negara gagal mengintervensi, maka yang terjadi adalah perampasan ruang hidup rakyat secara legalistik.
Lebih jauh lagi, konflik ini bukan hanya berdampak pada petani dan masyarakat adat, tapi juga memperlihatkan wajah sesungguhnya dari oligarki tanah di Indonesia yang makin merajalela. Badan Eksekutif Mahasiswa Polinela bersama BEM Seluruh Indonesia, menyatakan sikap sebagai berikut:
1. Mendesak Presiden Republik Indonesia, Prabowo Subianto, untuk segera mengevaluasi kinerja Menteri ATR/BPN, Nusron Wahid, atas lambannya penanganan konflik agraria, khususnya terkait HGU PT Sugar Group Companies di Provinsi Lampung.
2. Menuntut pemberhentian Menteri ATR/BPN, jika terbukti tidak mampu menyelesaikan konflik agraria yang sudah berlangsung lama dan terus menimbulkan penderitaan rakyat.
3. Meminta keterbukaan data dan audit menyeluruh terhadap izin dan luasan HGU PT SGC, serta transparansi dalam proses penyelesaian konflik lahan.
4. Mendukung penuh proses hukum yang saat ini sedang berlangsung terhadap PT SGC atas dugaan suap dan tindak pidana pencucian uang (TPPU), serta mendorong Kejaksaan Agung dan KPK untuk bertindak tegas dan profesional.
5. Menyerukan kepada seluruh mahasiswa, organisasi rakyat, dan elemen masyarakat sipil untuk terus mengawal isu agraria dan mendorong reforma agraria sejati yang berpihak kepada rakyat kecil.
Bagus Eka Saputra, selaku Presiden Mahasiswa BEM Polinela sekaligus Koordinator Isu Pertanian dan Agraria BEM SI, menyampaikan sikap tegas mendesak Presiden Republik Indonesia, Prabowo Subianto, untuk mengevaluasi secara serius bahkan memberhentikan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), Nusron Wahid, apabila terbukti tidak mampu menyelesaikan permasalahan konflik agraria yang akut dan terus berlarut—terutama dalam kasus Hak Guna Usaha (HGU) PT SGC (Sugar Group Company).
Konflik agraria bukan sekadar soal sengketa lahan, tapi soal keadilan struktural, keberlanjutan hidup petani, dan martabat rakyat. Ketika negara gagal hadir dalam penyelesaian konflik, maka mahasiswa tidak boleh diam. Kami akan terus berdiri bersama rakyat tertindas dan menjadi penjaga suara keadilan di tengah kemapanan kekuasaan.[]
Penulis : BEM Polinela
Editor : Nara
Sumber Berita : Unila
*Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.