Pada Pasal 22D UUD 1945 telah pula dijelaskan bahwa DPD mempunyai fungsi legislasi, pengawasan dan penganggaran yang dijalankan dalam kerangka fungsi representasi. Oleh sebab itu, Filep menegaskan, pembentukan pansus kecurangan pemilu dibentuk tidak hanya sebatas ‘gimmick’ belaka.
“DPD tidak ingin mengarah pada politisasi masalah pemilu, DPD berkewajiban sebagai lembaga negara untuk menjamin pemilu dijalankan sesuai dengan asas yang benar. Jadi kita tidak ingin terlibat dalam praktik politik kepentingan sesaat. DPD adalah instrumen atau lembaga yang lahir pasca reformasi, kewajiban DPD menjamin kualitas demokrasi, termasuk pemilu kita. Kalau pemilu kita berjalan baik, maka kualitas demokrasi yang baik juga tercapai,” ungkap doktor hukum alumnus Unhas Makassar itu.
“Kami ingin menegaskan bahwa pemilu harus berjalan sesuai dengan amanat konstitusi dan amanat reformasi kita. DPD hadir tidak hanya sebatas ingin mencari siapa benar siapa yang salah, DPD hadir ingin memberikan kontribusi, menemukan akar persoalan dan kita berharap menemukan solusinya,” sambungnya.
Filep Wamafma menekankan, dengan adanya pansus, DPD hendak membuktikan kebenaran soal pengaduan masyarakat tentang dugaan kecurangan maupun pelanggaran pemilu. Menurutnya, pengaduan masyarakat merupakan unsur yang sangat penting untuk turut menjamin akuntabilitas pelaksanaan pemilu.
“Kita ingin membuktikan kebenaran soal pengaduan masyarakat, baik perorangan maupun lembaga, apakah benar telah terjadi pelanggaran pada pemilu atau sebaliknya. Untuk membuktikan ini kita harus melakukan penelitian secara mendalam, kita akan memanggil semua pihak yang menurut DPD terlibat secara langsung terkait akar persoalan yang diadukan publik, tentu akar persoalan ini untuk saat ini belum bisa disampaikan secara terbuka dan transparan,” kata Pace Jas Merah ini.
1 2 3 4 Selanjutnya
*Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.
Halaman : 1 2 3 4 Selanjutnya