Yahya Panuju, Akademisi dan Kandidat Doktor Ilmu Lingkungan Universitas Lampung
Dalam beberapa hari terakhir media massa banyak diisi oleh berita terkait tingkat polusi di Jakarta yang telah mencapai tingkat yang sangat mengkhawatirkan, hingga dinobatkan menjadi salah satu kota dengan tingkat polusi udara terparah di dunia sebagaimana dilansir oleh Kompas dua pekan yang lalu. Hal ini menyebabkan kehebohan di tengah masyarakat karena prestasi mendunia ini tentunya bukanlah prestasi yang diharapkan oleh kota mana pun. Permasalahan polusi udara di Jakarta tentunya merupakan akumulasi dari berbagai sektor penghasil emisi dalam periode waktu yang telah menahun, termasuk di dalamnya yang paling banyak berkontribusi adalah sektor transportasi, industri, serta sektor perkantoran. Yang paling berbahaya dari fenomena ini tentunya bukan saja nama Jakarta yang mencuat di mata dunia dalam perspektif yang kurang baik, namun lebih dari itu adalah tingkat kesehatan warganya yang akan sangat terpengaruh baik dalam waktu dekat maupun jangka yang lebih panjang. Perlu diketahui bahwa polutan di udara bebas terdiri dari banyak komponen di antaranya yang dominan adalah partikulat halus, CO, NOx, SO2, karbon hitam dan masih banyak lagi.
Setiap komponen ini memiliki potensi pengganggu kesehatan yang berbeda-beda pada tubuh manusia, dari sekedar gangguan pernafasan ringan, hingga meningkatkan risiko munculnya penyakit yang mematikan seperti kanker. Belum lagi dampaknya terhadap elemen lingkungan hidup yang lain yaitu pada hewan dan tumbuhan. Namun sebesar apa pun risiko dari polusi udara di Jakarta, namun tindakan penanggulangan yang efektif sampai saat ini masih amat sulit untuk dilakukan. Hal ini disebabkan karena proses emisi polutan ini sangat erat kaitannya dengan pola kehidupan masyarakat yang telah berjalan sedemikian lama, dan minimnya infra struktur tersedia yang diperlukan untuk mengubah pola lama tersebut.
Parameter penghasil emisi dalam kajian literatur setidaknya dapat dikategorikan dalam dua kelompok besar, yaitu tingkat aktivitas ekonomi masyarakat dan pola aktivitas yang digunakan. Tingkat aktivitas ekonomi salah satunya dipengaruhi oleh kepadatan penduduk, sedangkan pola aktivitas akan berkaitan dengan perilaku serta alat bantu yang digunakan dalam aktivitas tersebut. Aspek kepadatan penduduk selama ini telah diketahui sebagai aspek yang tidak mudah untuk dikendalikan di Indonesia. Karena itu kita perlu untuk melihat contoh yang lain di mana ada kota-kota di dunia dengan kepadatan penduduk dan tingkat aktivitas ekonomi yang tinggi, namun tingkat polusinya rendah karena pola aktivitas yang ramah lingkungan.
Kota-kota di Eropa seperti Stockholm, Milan dan Praha (situs Essential Living, 2023) menjadi representasi di mana udara di dalam kota sangat baik, dan ini disebabkan oleh pola transportasi dan proses pembangkitan listrik yang lebih ramah lingkungan. Peran pemerintah dalam menciptakan pola aktivitas ini sangat krusial, di mana perencanaan pola transportasi masa depan serta alternatif industri pembangkit listrik yang ramah lingkungan perlu dilakukan jauh-jauh hari sebelum kepadatan penduduk sebuah kota menjadi terlanjur terlalu padat sehingga tindakan kuratif menjadi terasa sia-sia untuk dilakukan. Solusi yang diperlukan sebenarnya sudah banyak diketahui, di antaranya adalah pembangunan dan perawatan sarana untuk para pejalan kaki, pengguna sepeda, serta meningkatkan layanan transportasi publik yang ramah lingkungan.
Transportasi public ramah lingkungan yang paling memungkinkan untuk kota seperti Bandar Lampung adalah bus dengan tenaga penggerak alternatif, di antaranya penggunaan bahan bakar biodiesel, gas alam ataupun bus listrik. Layanan transportasi public ini harus terjamin dari segi kenyamanan, keamanan serta keterjangkauan, sehingga ia menjadi pilihan masyarakat terutama untuk aktivitas rutin seperti perjalanan menuju kantor atau sekolah. Namun penggantian armada bus diesel menjadi bus bertenaga penggerak ramah lingkungan pun sebenarnya tidak cukup, karena harus didukung oleh rantai suplai yang ramah lingkungan pula. Sebagai contoh, berdasarkan banyak penelitian di berbagai kota di dunia, penggunaan bus listrik di suatu wilayah terbukti tidak terlalu efektif untuk menurunkan dampak lingkungan jika listrik sebagian besar masih dihasilkan oleh industri berbasis batu bara. Karena itu pemerintah juga harus menyiapkan industri pembangkit listrik dengan sumber energi yang terbarukan untuk mensukseskan agenda besar penurunan emisi ini.
Berbagai agenda tersebut tentunya akan terasa amat berat jika dipandang sekaligus pada periode yang singkat, namun pada dasarnya sampai saat ini kita belum memiliki alternatif lain untuk menanggulangi permasalahan polusi udara di perkotaan melainkan dengan solusi-solusi yang telah disebutkan di atas. Karena itu langkah-langkah riil perlu untuk segera diambil baik oleh pemerintah pusat maupun daerah, untuk menyiapkan infra struktur yang dibutuhkan dalam membentuk pola aktivitas masyarakat yang ramah lingkungan di masa yang akan datang. Walaupun pada saat ini belum seluruh solusi dapat diraih, namun hal yang sudah mampu untuk dilakukan tentunya tidak boleh diabaikan, walaupun investasinya pun tidak murah. Pembudayaan naik transportasi umum bagi masyarakat pada hari ini akan membutuhkan waktu yang tidak sebentar, sementara pembangunan halte-halte bus dalam kota juga tentunya membutuhkan biaya yang tidak sedikit. Namun kota-kota lain di Indonesia perlu belajar dari Jakarta, bahwa kita tidak boleh menunggu sampai tingkat polusi udara di kota kita mencapai angka yang meresahkan baru kemudian memikirkan tindakan kuratif. Ini akan terlambat. Namun kota-kota di Indonesia perlu untuk berlomba-lomba untuk menjadi kota percontohan dalam menciptakan pola aktivitas masyarakat yang ramah lingkungan, sehingga masyarakat Indonesia secara umum akan memiliki optimisme akan kualitas hidup yang lebih baik di masa depan.
*Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.