JAKARTA – Anggota MPR RI dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Riyono, menjelaskan fokus pemerintah terhadap kedaulatan pangan dalam pidato Presiden Prabowo Subianto di Sidang Tahunan MPR RI, Selasa (19/8/2025) meski ada peningkatan alokasi anggaran, jumlahnya masih jauh dari kebutuhan ideal.
“Membaca, mendengarkan, dan menganalisis pidato Presiden. Rasanya kemarin beliau itu sampai menyampaikan detail anggaran, terutama yang berkaitan dengan pangan. Presiden menyebutkan alokasi Rp164,5 triliun, dan untuk tahun APBN 2026 fokusnya adalah pangan, energi, dan ekonomi,” kata Riyono Di Gedung Nusantara I Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu, (20/8/2025).
Ia menegaskan anggaran pangan masih belum mencukupi dan jika Indonesia serius ingin mewujudkan kedaulatan pangan dari hulu ke hilir, minimal 10 persen dari APBN harus dialokasikan untuk sektor pertanian, pangan, perikanan, kehutanan, hingga badan pangan.
“Sebelum saya jadi anggota DPR, saya selalu mengusulkan bahwa kalau negeri ini ingin maju dan berdaulat pangan, anggaran di sektor pangan minimal 10 persen dari APBN. Dengan APBN Rp3.700 triliun, berarti minimal Rp370 triliun. Sementara yang ada sekarang hanya sekitar 0,18 persen,” tegasnya.
Riyono juga melihat keterlambatan penyaluran bantuan pangan pemerintah (SHP). Ia menyebut, dari enam kali jadwal penyaluran sepanjang 2025, hingga Agustus baru terlaksana dua kali.
“Seharusnya bantuan beras itu disalurkan tiap bulan 10 kilogram. Tapi yang terjadi, baru diberikan dua kali, langsung 20 kilogram. Ketika saya turun ke masyarakat, mereka mengeluh harga beras masih mahal, rata-rata Rp13.000–Rp13.500 per kilogram. Padahal sebelumnya hanya Rp10.000–Rp11.000,” jelasnya.
Kondisi seperti ini menandakan perlunya manajemen stok pangan yang lebih baik. Ia menilai negara harus menguasai pasar beras, bukan hanya bergantung pada sektor swasta.
“Sekarang 97 persen beras masih dikuasai sektor swasta, negara hanya 3–4 persen. Kalau ini tidak berubah, persoalan pangan akan terus berputar seperti lingkaran setan. Panen bagus, harga gabah naik, tapi tetap tidak stabil. Padahal, kalau kita ingin kedaulatan pangan, negara harus jadi pengendali utama,” pungkasnya-[]
Penulis : Heri Suroyo
Editor : Nara J Afkar
Sumber Berita : DPR RI
*Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.