Laporan : Heri Suroyo
JAKARTA – Meski pada awalnya banyak dicibir oleh banyak kalangan, bahkan pesimis akan keberhasilan Dana Bagi Hasil (DBH) kelapa Sawit, akhirnya Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah menandatangani Peraturan Pemerintah nomor 38 Tahun 2023 tentang DBH Perkebunan Sawit.
“Era Baru Sawit Indonesia, melalui PP nomor 38 tahun 2023 tentang DBH, tentu ini akan menjadi harapan baru bagi daerah-daerah penghasil sawit” kata Ketua Umum DPP Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (APKASINDO) DR Gulat ME Manurung C IMA kepada wartawan Rabu (26/07/2023) di Jakarta.
Selama ini petani sawit selalu menjadi “cibiran” masyarakat karena hasil sawit (Pajak, BK dan PE) semuanya disetor ke pusat, sementara jalan dan jembatan semua memakai jalan yang dibiayai oleh APBD, APBN dan cenderung cepat rusak karena lalulintas truk TBS dan CPO.
“Saat ini kami petani sawit sudah bisa menegakkan kepala karena DBH ini, ini adalah untuk keadilan daerah penghasil sawit” lanjutnya.
Sejak berdirinya Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) tahun 2015, secara berangsur peran APBN dan APBD dikurangi terkait pembiayaan pembinaan sawit rakyat. Sehingga semua urusan pembiayaan terkait sawit rakyat tidak lagi dibiayai oleh APBN dan APBN, seperti misalnya pembangunan jalan, jembatan, pelatihan SDM dan Sarpras lainnya, semua sudah dibebankan ke BPDPKS.
Sebagai catatan, bahwa lima tujuan didirikannya BPDPKS terkait dengan penggunaan dana diberikan mandat untuk melakukan: (1) pengembangan sumber daya manusia perkebunan kelapa sawit, (2) penelitian dan pengembangan perkebunan kelapa sawit, (3) promosi dan advokasi perkebunan kelapa sawit, (4) peremajaan perkebunan kelapa sawit, dan (5) sarana dan prasarana perkebunan kelapa sawit.
“Kami harus akui, bahwa serapan dana sarpras dari BPDPKS, terkhusus infrastruktur jalan dan jembatan sangat minim (tujuan ke lima). Sejak berdirinya BPDPKS tahun 2015 sampai dengan Mei 2023 dana yang terkumpul dari dana Pungutan Ekspor (PE) mencapai Rp186,6 Triliun, paling ada tersalurkan Rp50M untuk jalan dan jembatan daerah penghasil sawit,” ujar Gulat.
Pembiayaan DBH sawit ke daerah, sebelumnya panjangnya prosedur pengajuan dan persyaratan yang ribet, jadi untung saja dengan DBH sawit maka realisasi sarpras jalan dan jembatan akan semakin besar dan cepat kedepannya.
Disampaikannya juga, bahwa DBH sawit tentu akan menjadi beban dari Hulu-Hilir sawit yang diambil dari dana BPDPKS dan BPDPKS mengambil uangnya melalui Pungutan ekspor (PE) yang per periode 15-31 Juli untuk BK sebesar US$33 dan PE sebesar US$85, totalnya US$118/MT CPO, atau setara Rp1.777.000.
Diketahui bahwa DBH Sawit ini berasal dari BK dan PE yang di bebankan ke TBS yang jika dikonversikan menjadi Rp350/kg TBS (tandan buah sawit) dan kami petani sawit ada disana.
“Jadi, sesungguhkan petani penghasil TBS lah pahlawannya, karena dana yang dikelola oleh BPDPKS dan BK yang langsung dikelola oleh Kemenkeu itu berasal dari TBS dan kami Petani sawit ada disana” kata Gulat.
APKASINDO sebagai petani juga tidak berkeberatan, karena memang sesungguhnya dalam Permentan Sarpras juga sudah ada yang Namanya pembiayaan sarana dan prasaran jalan (Sarpras), jembatan dan sarana lainnya yang diatur melalui Permentan 03 tahun 2023 junto Permentan 19 Tahun 2023.
“Mungkin Ibu Sri Mulyani menurut saya, hanya penugasan pelaksanaan Sarpras itu saja di konversikan ke dana DBH menjadi ke Kabupaten Kota dan provinsi, karena uangnya dari situ ke situ juga, yaitu dari dana sawit BPDPKS dibawah Pembinaan Dirjend Perbendaharaan Kemenkeu dan dari BK yang langsung dikelola oleh Kemenkeu,” jelas Gulat lebih lanjut.
APKASINDO juga mempertanyakan beda PE dan BK?. Dana Sawit BPDPKS (CPO Supporting Fund, CSF) ini bertugas memungut, mengelola dan menyalurkan PE dan dicatatkan sebagai PNBP dan dikelola oleh BPDPKS (bukan APBN) untuk keperluan lima tujuan tadi.
Sementara BK langsung dikelola oleh Kemenkeu yang tujuannya untuk Pemasukan negara (APBN).
Mudah-mudahan dengan pendelegasian melalui DBH ini akan lebih cepat realisasi perbaikan, pembangunan jalan dan jembatan dan hal-hal lain yang diatur oleh Kementerian Keuangan.
“Tentu bukan berarti dengan DBH sawit ini kami petani tidak bisa lagi mengajukan dana sarpras jalan dan jembatan ke BPDPKS, jadi sifatnya menjadi affirmative lah jika pengusulannya dari petani sawit ke BPDPKS, terkhusus jalan-jalan produksi dan jalan seputaran perkebunan sawit rakyat yang kondisinya cukup parah berlumpur dan jembatan kayu alakadarnya,” kata Gulat.
Petani sawit di Indonesia sangat bersyukur dan berterimakasih kepada Gubernur Provinsi Sawit yang di inisiasi oleh Gubernur Riau, Drs H Syamsuar, MSi. “Dengan tanpa lelah dalam memperjuangan UU DBH ini,” ucapnya .
Meskipun pada awalnya banyak cibiran, namun akhirnya semua mendukung karena memang harus ada manfaat langsung bagi daerah sebagai produsen sawit.
“Perlu dicatat, perjuangan para Gubernur penghasil sawit ini menurut catatan kami, sudah dimulai sejak 2008 dan baru 2023 berhasil,” jelas Gulat.
Atas dedikasi para Gubernur Provinsi penghasil sawit memperjuangkan DBH Sawit, yang di inisiasi oleh Gubernur Riau, Drs H Syamsuar, M.Si, pada acara Sawit Indonesia Expo 2023 (SIEXPO-2023) di Pekanbaru Riau, tanggal 8-9 Agustus nanti.
“APKASINDO akan memberikan Award kepada Gubernur Riau. Award ini diberikan karena Gubernur Riau sangat memperhatikan hulu-hilir sawit di Riau, terkhusus menjaga kami petani sawit dan tentunya keberhasilan regulasi DBH Sawit tadi,” tandasnya.
Gubernur Riau dijadwalkan di acara SIEXPO-2023, mendapatkan double award sawit, pertama dari Majalah Sawit Indonesia dan kedua dari DPP APKASINDO. ##
*Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.