Laporan : Anis
BANDAR LAMPUNG – Dosen Hukum UIN Raden Intan Lampung Ahmad Fauzi Furqon, SH, MH, memaparkan pentingnya check and Balances dalam pemerintahan Indonesia pasca Pemilu 2024. Jangan semua partai politik justru bergabung dalam koalisi pemerintahan.
Hal tersebut dikatakan Fauzi Furqon saat menjadi pembicara dalam konferensi internasional Fakultas Syariah yang diselenggarakan di Puslat Pascasarjana UIN Raden Intan Lampung, Kamis (27/6/2024). Dia mengangkat artikel yang berjudul “Partai Oposisi Sebagai Check and Balances Pemerintahan Pasca Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden Tahun 2024”. Menurutnya, check and balances merupakan kewajiban partai politik yang memiliki wakil di parlemen, terlebih oposisi. Namun, di Indonesia ada sejumlah partai yang kalah dalam kontestasi pemilu malah dirangkul oleh partai koalisi pemenang pemilu sehingga check and balances tidak berjalan dengan baik.
“Partai oposisi sejatinya memiliki peran penting sebagai check and balances terhadap pemerintahan yang berjalan sebagai pengawasan yang dilakukan dalam setiap program kerja agar berjalan dengan baik dan berimbang. Namun, peran ini kurang berjalan dengan baik,” ujarnya.
Furqon menambahkan, pada tahun 2024 partai politik pengusung Presiden dan Wakil Presiden terpilih yaitu Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka sebanyak 9 partai, yaitu Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra), Partai Golongan Karya (Golkar), Partai Aamanat Nasional (PAN), Partai Demokrat (PD), Partai Bulan Bintang (PBB), Partai Gelombang Rakyat Indonesia (Gelora), Partai Garuda Indonesia (Garuda), Partai Adil Makmur (Prima), Partai Solidaritas Indonesia (PSI).
Jumlah kursi di parlemen untuk partai koalisi dari data diatas sejumlah 280 kursi dari 580 kursi jumlah anggota DPR yang terpilih di tahun 2024. Data tersebut menunjukan hampir setengah atau kurang lebih 48,2% parlemen ada dalam partai koalisi. Angka tersebut belum termasuk dengan upaya partai koalisi pemenang pilpres mengajak serta mengakomodir partai koalisi yang kalah dalam pilpres 2024.
“Dalam perjalanan partai koalisi, Partai NasDem dan PKB secara terang-terangan hendak bergabung dengan Pemerintahan Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka. Dengan bergabungnya Partai Nasdem dan PKB maka partai koalisi akan menguasai parlemen melebihi 50%, sehingga jika PKS dan PDIP tetap bertahan menjadi partai oposisi akan mengalami kesulitan dalam menjaga check and balances kebijakan yang dikeluarkan pemerintah karena Indonesia menganut sistem demokrasi dalam mengambil keputusan atau kebijakan negara yang berdampak terhadap masyarakat,” jelas Furqon.
Kebijakan publik yang diambil melalui sistem voting di parlemen akan selalu memenangkan hajat dari pemerintah karena jumlah partai oposisi jika hanya di isi oleh PDIP dan PKS hanya berjumlah 158 suara sementara partai koalisi pemerintah dengan bergabungnya Nasdem dan PKB menjadi 422 suara. Penyeimbang eksekutif yang berada legislatif tentunya terancam tidak berjalan dan sangat mengkhawatirkan dengan tidak seimbangnya partai koalisi dan oposisi.
Keberadaan partai oposisi sangat penting sebagai check and balances pemerintahan yang sedang berjalan. Fungsi DPR sesuai dengan amanat konstitusi haruslah berjalan dengan baik agar tidak terjadi abuse of power pada pemerintah yang akan nanti memimpin bangsa Indonesia. Dengan komposisi parlemen saat ini tentunya sangat tidak berimbang antara partai koalisi dan partai oposisi, karena jumlah koalisi melebihi 50% dari jumlah oposisi tentunya menjadi perhatian yang sangat serius mengingat sistem yang kita gunakan adalah demokrasi. “Partai politik sebagai tempat pengkaderan wakil rakyat seharusnya kembali kepada fitrahnya sebagai pembela hak rakyat, sehingga sekalipun terjadinya koalisi ataupun oposisi tidak mempengaruhi tugas pokok dan fungsinya,” tegasnya.
Konferensi tersebut diikuti sebanyak 100 akademisi dan praktisi dari berbagai perguruan tinggi dalam dan luar negeri. Sedangkan narasumber berasal dari berbagai Negara, yakni Prof. Dr. Mohd Roslan Nor (Academy of Islamic Studies Universiti Malaya, Malaysia), Prof. Dr. M. Arief Mufraini (Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, Indonesia, Prof. Dr. Yusuf Baihaqi, LC, MA (Universitas Islam Negeri Raden Intan Lampung, Indonesia, Dr. Ahmad Ali Sulaiman (Member of Supreme Council for Islamic Affairs, the Arab Republic of Egypt), Dr. Cecep Soleh Kurniawan (Sultan Sharif Ali Islamic University, Brunnei Darussalam) dan Dr. Imam Kamaluddin, Lc., M.Hum (Universitas Darussalam Gontor, Indonesia).
*Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.