Migrasi kendaraan konvensional ke kendaraan listrik ini memiliki nilai urgensi yang tinggi, setidaknya untuk tiga alasan.
“Pertama, mengurangi polusi atau pencemaran udara. Sebagian besar, sekitar 60 persen, kontributor pencemaran atau polusi udara di Indonesia disebabkan oleh kendaraan bermotor. Asap kendaraan bermotor mengandung gas beracun yang disebut karbon monoksida dan zat-zat berbahaya lainnya, seperti timbal, nitrogen dioksida, dan karbon dioksida,” terang Bamsoet.
Wakil Ketua Umum Pemuda Pancasila dan Wakil Ketua Umum FKPPI ini menambahkan, alasan kedua, mengurangi beban subsidi BBM oleh negara. Berdasarkan data Korlantas Polri, per awal Agustus 2022, jumlah kendaraan bermotor yang beredar di Indonesia mencapai lebih dari 149,7 juta unit. Konsekuensi dari meningkatnya kendaraan bermotor adalah tingginya serapan subsidi BBM.
Sebagai gambaran, pada tahun anggaran 2022, besarnya subsidi BBM dan kompensasi akan mencapai Rp 689 triliun atau lebih besar Rp 195,6 triliun dari yang dianggarkan pemerintah dalam APBN 2022 senilai Rp. 502,4 triliun.
“Alasan ketiga, meningkatkan ketahanan energi nasional. Penggunaan energi listrik sebagai pengganti BBM akan mengurangi konsumsi BBM dan beban subsidi yang harus ditanggung negara, sehingga meningkatkan ketahanan energi nasional. Penggunaan kendaraan listrik juga menjadi alternatif solusi untuk menekan ketergantungan impor migas dan merealisasikan komitmen Pemerintah Indonesia untuk menurunkan emisi gas rumah kaca atau karbon dioksida sebesar 29 persen pada tahun 2030,” pungkas Bamsoet.##
*Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.